SELAMAT DATANG PENGUNJUNG BLOG KAMI, SEMOGA ANADA DAPAT MANFAAT DARI BLOG YANG SAYA BUAT INI.

Saturday, February 25, 2012

Amdal limbah sawit


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pembangunan yang pesat di Kabupaten  Pelalawan memberikan pula dampak negatif berupa meningkatnya tekanan terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena  pembangunan  yang  kurang  memperhatikan  daya  dukung  dan  daya tampung lingkungan setempat, yang pada akhirnya meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.  Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup tersebut menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung biaya pemulihannya.
Apabila hal ini dibiarkan  terus  menerus akan berakibat pada masalah-masalah yang semakin kompleks dan sulit penanganannya. Oleh karenanya pembangunan yang harus dilakukan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yang memadukan lingkungan hidup dengan sumber daya alam, untuk mencapai keberlanjutan pembangunan yang menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul  dari  suatu  kegiatan  maka  dilakukan  penyusunan  kajian  kelayakan lingkungan berupa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL & UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Kedua instrumen lingkungan ini disatu sisi merupakan kajian kelayakan lingkungan bagi kegiatan yang akan memulai usaha tetapi disisi lain juga merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin memulai usaha. Sehingga melalui dokumen ini dapat diketahui dampak yang akan timbul dari suatu kegiatan kemudian bagaimana dampak-dampak tersebut dikelola baik dampak negatif maupun dampak positif.
Pada kenyataannya studi kelayakan yang dilakukan oleh para pengusaha baik dalam bentuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup tidak selalu mendapatkan hasil yang optimal.  
Gagasan  :  Penguatan  AMDAL sebagai Instrumen  Pengelolaan  Lingkungan Hidup, hasil yang tidak optimal tersebut pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
1.  AMDAL dan implementasinya oleh pemrakarsa dipandang sebagai beban.
2.  Tidak ada insentif dan disinsentif bagi pemrakarsa yang :
a.   Menyusun dan tidak menyusun AMDAL
b.  Menyusun AMDAL secara benar dan baik dengan yang asal jadi
c.   Mengimplementasikan hasil AMDAL dengan tidak berniat melaksanakan.
3.  AMDAL lebih  dipandang  sebagai  instrumen  perijinan  daripada  sebagai
      
instrumen pencegahan dampak lingkungan
4.  Lemahnya penegakan hukum.
a.   Kegiatan/usaha yang tidak menyusun AMDAL
b.  Kegiatan/usaha  yang  melakukan  penyusunan  AMDAL  pada  saat
                  
konstruksi atau kegiatan usaha telah berjalan.
c.   Kegiatan/usaha yang tidak mengimplementasikan hasil AMDAL
5.  Belum ada integrasi antara AMDAL, Ijin lokasi dan Ijin operasi.
Berdasarkan   hasil evaluasi dan restropeksi terhadap 5 dokumen Amdal dari  beberapa  proyek  di  Jawa  Tengah  yang  dilakukan  oleh  Hadi (1995), ditemukan bahwa :
1.  Tidak teridentifikasinya kegiatan yang menimbulkan dampak.
2.  Kurang  cermatnya  mengidentifikasi     dampak  melalui  suatu  proses  di    
     lapangan.
3.  Dampak yang tidak teridentifikasi tidak ada upaya pengelolaan lingkungan.
4. Belum  semua  dokumen  memperkirakan  dampak  dengan  pendekatan-
     
pendekatan yang umum dipakai yakni pendekatan formal, matematis maupun
    
analogi.
Penyusunan kajian AMDAL maupun UKL&UPL hingga saat ini telah
dapat diterapkan di Kabupaten Tangerang, namun demikian dokumen lingkungan
tersebut  sebagai  dasar  kebijakan  perusahaan  dalam  pelaksanaan  pengelolaan
lingkungan belum berdaya guna sebagaimana yang diharapkan. Masih ada yang
pemrakarsa yang tidak melaksanakan pengelolaan dan pemantauan sebagaimana
yang  tercantum  dalam  dokumen  lingkungan  sehingga  masih  saja  terjadi
pencemaran.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan kajian yang komprehensif untuk mengungkap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada beberapa industri di  Kabupaten Tangerang dengan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan yang tercantum dalam kajian lingkungan baik AMDAL atau UKL & UPL.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran diatas, peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan yang ada di Kabupaten Tangerang berupa pertanyaan penelitian,
yaitu :
  1. Apakah   rencana   pengelolaan   dan   pemantauan   lingkungan   telah diimplementasikan oleh Industri?
  2. Bagaimana  keterlibatan  masyarakat  sekitar  industri  dalam  pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan?
  3. Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya



C.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.      Mengevaluasi sejauh mana rencana pengelolaan lingkungan yang tercantum  dalam dokumen AMDAL atau UKL & UPL diimplementasi oleh industri  yang ada di Kabupaten Tangerang.
2.      Mengidentifikasi keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
3.      Mengajukan usulan pengawasan   pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya.
D.    Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban Sementara dalam penelitian, di dalam penulisan ini penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut “ Terdapat dampak negatif dari limbah pabrik terhadap lingkungan sehingga perlu adanya AMDAL”


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A Dampak Industri Terhadap Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang diinginkan beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga  dapat  dijual  atau  dipergunakan  kembali  dan  yang  tidak  bernilai ekonomis yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam.
Lingkungan, yang merupakan wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan lingkungan untuk  memulihkan diri sendiri  karena  interaksi  pengaruh  luar,  disebut  daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar  akan  mengubah  kualitas    bila  lingkungan  tersebut  tidak  mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
Menurut Hukum Termodinamika II produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan  kenaikan  entropi.  Terjadinya  limbah  dan  pencemaran  merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula  tingkat  limbah  yang  terbentuk.  Kota  dengan  tingkat  hidup  yang  tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan  lain  yang  terjadi  di  negara  berkembang  adalah  belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan  pula  kebutuhan-kebutuhan  ijin  untuk  industri  yang  baru  jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek  dari  penggunaan  bahan  kimia  dan  proses  dari  industri
tersebut.
Perlu  dilakukan  penetapan  kualitas  lingkungan  untuk  mengendalikan pencemaran mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memberikan andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa berbalik menjadi sumber bencana

B. Konsep Industri Berwawasan Lingkungan
Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan  industri  di  Indonesia  lebih  menitik  beratkan  pada  aspek pertumbuhan  ekonomi  telah  menjadikan  pertumbuhan  di  sektor  lain  tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari bahwa pembangunan berkelanjutan adalah  suatu  keharusan.  Menurut  World  Comission  on  Environment  and Development  (1987), Pembangunan berkelanjutan adalah  pembangunan yang memenuhi  kebutuhan  masa  kini  tanpa  mengurangi  kemampuan  generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Gagasan  Pembangunan  berkelanjutan  atau  dikenal   juga   dengan
pembangunan  berwawasan  lingkungan  secara  bertahap  mulai  dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor 4  Tahun 1982  tentang  Ketentuan-
ketentuan  Pokok  Pengelolaan  Lingkungan  yang  selanjutnya  direvisi  dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan  Pemerintah  Nomor 51 Tahun 1993 dan  direvisi  kembali  dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
  1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan dalam
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait  dengan  lingkungan.  Fungsi  lingkungan  bagi  manusia,  pertama  adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya.  Selain  fungsi  lingkungan  yang  sifatnya  tereksploitasi  untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga  kegiatan  manusia  berupa  pembangunan  dapat  berlangsung  secara
berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan bermula dari  buku yang  diterbitkan  oleh WCED (1987), yang berarti memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahakan keberlanjutan  bagi  generasi  yang  akan  datang.  Pembangunan  berkelanjutan mengutamakan tiga hal yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, dengan berfokus pada tiga dimensi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghentikan kerusakan lingkungan yang telah terjadi selama ini.
1. Peraturan Perundangan Mengenai AMDAL/UKL&UPL
Pembangunan yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak langsung  akan  memberikan  tekanan  terhadap  lingkungan  yang  beresiko mencemari dan merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan dilakukan tidak  hanya  secara  fisik  tetapi  juga  dengan  mempertimbangkan  kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di sekitarnya.
Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
1.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berisi :
a Pelaksanaan   pengelolaan   lingkungan   hidup   dimaksudkan   untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan serta dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat  serta perkembangan lingkungan global.
b Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam  pengelolaan  lingkungan  hidup  dan  setiap  orang  berhak  dan berkewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta   mencegah   dan   menanggulangi  pencemaran  dan  perusakan lingkungan hidup.
2        Peraturan  Pemerintah  Nomor  27 Tahun  1999 tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan, menyebutkan bahwa :
a.       Pasal 1, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan  pada  lingkungan  hidup  yang  diperlukan  bagi  proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
b.      Pasal 3 ayat 4, Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
3. Pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  tentang  AMDAL ini  telah  dituangkan dalam  Keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup  maupun Kepala Bapedal, yaitu :
a.               Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001
     
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
     
mengenai dampak lingkungan.
b.  Keputusan  Kepala  Bapedal  Nomor  :   Kep.056  Tahun      1994  tentang Pedoman Ukuran Dampak Penting.
2.      Peraturan Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada Sektor Industri
Industri yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup
Nomor 17  tahun 2001,  kegiatan  bidang  perindustrian  pada  umumnya
menimbulkan pencemaran air,  udara,  tanah,  gangguan  kebisingan,  bau,  dan
getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial.  Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk
mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar
berikut,  tetapi  menggunakan areal    yang luas tetap wajib dilengkapi dengan
AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
1.  Industri Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
2.  Industri pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak
 termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
3.  Industri petrokimia hulu
4.  Industri pembuatan besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
5.  Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
6.  Industri pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu  konsentrat).
7.  Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)
8.  Kawasan industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
9.  Industri galangan kapal dengan sistem graving dock
10. Industri pesawat terbang
11. Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
12. Industri baterai kering (yang menggunakan merkuri/Hg).
13. Industri baterai basah (akumulator listrik).


BAB III
PEMBAHASAN


  1. Prosedur dan Proses Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
Penyusunan AMDAL/UKL&UPL melalui prosedur dan proses yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintan Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dan keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan Hidup serta peraturan lainnya.
Heer & Hagerty          (1977)  mendefinisikan  AMDAL sebagai  penaksiran dengan mengemukakan nilai-nilai kuantitaif pada beberapa parameter tertentu yang penting dimana hal tersebut menunjukkan kualitas lingkungan sebelum, selama dan setelah adanya aktivitas.
Battele  Institute         (1978)  mengemukakan  pengertian  AMDAL  sebagai penaksiran atas semua faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh sosial yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas suatu proyek.
Dalam Undang-Undang Nomor  23 Tahun  1997 tentang  Pengelolaan Lingkungan Pasal 1 menyatakan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka sejak awal perencanaan sudah harus memperkirakan perubahan kondisi lingkungan, baik yang positif maupun negatif,  dengan demikian dapat dipersiapkan langkah-langkah pengelolaannya. Cara untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut melalui studi AMDAL.
           
AMDAL  bertujuan   untuk   mengkaji   kemungkinan-kemungkinan
perubahan  kondisi  lingkungan  baik  biogeofisik  maupun  sosial  ekonomi  dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.

  1. Prosedur Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
Kajian kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan/usaha yang akan mulai melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui dampak yang akan timbul  dan  bagaimana  cara  pengelolaannya.  Proyek  di  sini  bukan  hanya pembangunan fisik saja tetapi mulai dari perencanaan, pembangunan fisik sampai proyek tersebut berjalan bahkan sampai proyek tersebut berhenti masa operasinya. Jadi lebih ditekankan pada aktivitas manusia di dalamnya.
Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan perijinan  yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan bersama-sama dengan kajian kelayakan teknis dan ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat sama-sama memberikan masukan untuk dapat menghasilkan keputusan yang optimal bagi kelangsungan proyek, terutama dalam menekan dampak negatif yang biasanya dilakukan dengan pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.
Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dengan proses penapisan untuk menentukan studi yang akan dilakukan menurut jenis proyeknya, wajib menyusun AMDAL atau UKL & UPL. Proses penapisan ini mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar maka wajib menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL).
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan kepada instansi  yang  bertanggung  jawab  mengendalikan  dampak  lingkungan  untuk mendapat persetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini menjadi dasar penyusunan ANDAL dan RKL & RPL yang kemudian dipresentasikan di Komisi AMDAL. Hasil penilaian Komisi berupa tiga kemungkinan yaitu pertama tidak lengkap sehingga harus diperbaiki, kedua ditolak karena tidak teknologi untuk pengelolaan lingkungannya dan ketiga disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.
Sedangkan kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL), prosedur penyusunannya yaitu pemrakarsa melakukan studi kelayakan lingkungan sesuai dengan format yang berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan  kepada  instansi  yang  bertanggung  jawab  mengendalikan  dampak lingkungan untuk mendapatkan persetujuan.
Proses penyusunan dokumen UKL & UPL lebih sederhana dibandingkan dengan penyusunan AMDAL, karena kegiatan yang wajib menyusun UKL & UPL adalah  kegiatan  yang  telah  diketahui  dampak  potensial  yang  harus dikelolanya dan telah jelas pula cara pengelolaannya.


BAB IV
PENUTUP


  1. Kesimpulan
Hasil  pengkajian  terhadap  pelaksanaan  pengelolaan  dan  pemantauan lingkungan pada sektor industri dapat disimpulkan bahwa :
  1. Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh industri masih pada tahap pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh industri belum mengarah pada kesadaran untuk kelestarian lingkungan.
  2. Pelaku  usaha  industri   masih   menganggap  bahwa  kewajiban  untuk mengimplementasikan  pengelolaan  dan  pemantauan lingkungan  masih merupakan beban yang memberatkan dari segi biaya, dan industri belum  merasakan  keuntungan  secara  langsung  dari  kegiatan  pengelolaan  dan pemantauan yang telah dilakukan.
  3. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri masih sebatas meredam protes atau mencegah terjadinya gejolak oleh masyarakat di sekitar lokasi industri, belum mencakup pengelolaan lingkungan secara utuh.
  4. Keterlibatan  dan  kepedulian  masyarakat  di  sekitar  industri  terhadap pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan industri relatif  masih  rendah,  masyarakat masih beranggapan bahwa industri yang memberikan  banyak  bantuan  dan  menyerap  banyak  tenaga  kerja  lokal merupakan industri yang telah peduli terhadap lingkungan. Masyarakat tidak mempermasalahkan  apakah industri  tersebut  mencemari  lingkungan  atau tidak. Sebagian masyarakat yang berkeinginan terlibat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak mempunyai akses untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
  1. Pengawasan yang dilakukan oleh instansi  terkait  dibidang  lingkungan  di kabupaten Pelalawan masih bersifat pasif dan reaktif, yaitu hanya menunggu pelaporan dari pihak industri dan akan terjun ke lapangan apabila terjadi kasus.
  2. Mekanisme koordinasi antar instansi masih belum jelas sehingga masing-masing instansi belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
  3. Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang spesifik sesuai dengan karakteristik wilayah kabupaten Tangerang.
  4. Pemberian penghargaan dan sanksi baik bagi industri yang telah melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan maupun yang tidak melaksanakan belum dilaksanakan, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi industri yang telah melaksanakan.
B Saran
  1. Koordinasi dan keterpaduan dalam menetapkan kebijakan antar instansi yang membidangi masalah industri dan lingkungan perlu ditingkatkan sehingga dapat digunakan sebagai pedoman oleh pelaku industri untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.
  2. Mengikutsertakan aparat pada dinas/instansi dalam pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan lingkungan hidup sehingga semua aparat yang bertugas mempunyai persepsi yang sama mengenai pengelolaan lingkungan.
  3. Perlu adanya kajian mengenai daya tampung lingkungan yang dapat menjadi dasar kebijakan dalam penyusunan peraturan daerah.
  4. Untuk meningkatkan kesadaran pelaku industri di bidang lingkungan maka pemberian penghargaan bagi industri yang telah melaksanakan dan mematuhi aturan dan pemberian sanksi bagi industri yang melanggar aturan di bidang lingkungan perlu diintensifkan.
  5. Sosialisasi oleh Dinas Lingkungan Hidup tentang kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan industri dan keterbukaan informasi oleh  industri  bersangkutan  dengan  memberikan  dokumen  pengelolaan lingkungan  kepada  kelurahan  setempat  sehingga  dapat  meningkatkan kepedulian  dan  partisipasi  masyarakat  di  sekitar  lokasi  industri  untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA


Adiwibowo,  Suryo,  Manajemen  Lingkungan,  Bahan  Kuliah  pada  Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Se Jawa-Bali Dalam Bidang AMDAL, 2000.
Adiwibowo,  Suryo,  Gagasan            :   Penguatan  AMDAL  sebagai Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, dipresentasikan pada pertemuan PPLH se-Jawa, di Yogyakarta, 2004.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2002.
Djajadiningrat,  Surna  T,  Melia  Famiola,  Kawasan  Industri  Berwawasan
         
Lingkungan (Eco Industrial Park),  Rekayasa Sains, Bandung, 2004.
Djajadiningrat, Surna T,   Sustainable   Future, Indonesia Center for Sustainable
          Development, Jakarta, 2005.