ZIARAH KUBUR:
ANTARA SUNAH DAN DEKONTRUKSI AQIDAH
Oleh : Ismat Ni'matullah
A. Pendahuluan
Haram atau sunahkah ziarah kubur ? sebuah perntanyaan membingungkan sebagian
muslim. Ada sebagian paham menyatakan ziarah kubur itu musyrik seperti dikemukakan
paham wahabi, ada juga yang menyatakan ziarah kubur itu sunah seperti paham Nahdhatul Ulama (NU). Mereka
bebas mengutarakan pendapat, selagi pendapat itu tidak merusak akidah serta
merujuk kepada al-qur’an dan hadist.
Sebagian masyarakat Islam menganggap ziarah kubur merupakan bagian dari tradisi ritual
keagamaan. Mereka setelah melaksanakan shalat ied, menjelang berangkat haji, bahkan sampai kepemilihan kepala daerah.
Mempersiapkan bunga-bunga dalam sebuah
baskom untuk dibawa ke kuburan. Ada juga yang membawa mashaf al Qur'an atau surah
yasin untuk dibaca saat melawat ke
kuburan sanak family.
Hal ini sama halnya dengan yang dikatakan
oleh Hj Assyfa (39) salah satu peziarah di tempat pemakaman umum (TPU) Kemanggisan, Jakarta Barat "Ziarah
kubur menjelang puasa dan saat idul Fitri, bagi muslim yang ngerti bukan hanya tradisi tapi wajib. Pada
hari raya, yang meninggal menunggu keluarganya menengok (menunggu
doa).
Seandainya tidak dilakukan enggak enak, kita bisa dimimpiin saat tidur." (Frans
Agung Setiawan, Kompas,
22 September 2009)
Mayoritas umat Islam di Indonesia telah
menganggap bahwa ziarah kubur pada hari-hari tertentu, seperti menjelang hari
raya dan hari Jum'at adalah ibadah yang ditekankan. Sebagian dari mereka hanya
mengikuti tradisi tanpa mau peduli apakah hal itu disyariatkan oleh agama atau
tidak.
Dari praktek-praktek ziarah kubur yang dilakukan di berbagai termpat
terlihat tidak sedikit dari umat Islam yang datang ke kuburan menyalahi syariat
seperti menyembah kuburan, bertawasul, menyalakan lampu atau lilin, memasang kelambu di
atas kuburan, menabur bunga-bunga, menembok kuburan (memasang prasasti), bersandar di kuburan atau duduk diatasnya. Mereka
melakukan ziarah kubur hanya sekedar mengikuti adat dan tradisi daerah.
Pada mulanya, Nabi Muhammad SAW melarang umat
Islam menziarahi kuburan. Larangan ini
lantaran kekhawatiran terjadi kesyirikan dan pemujaan terhadap kuburan
tersebut. Apalagi yang meninggal termasuk orang saleh dan terpandang. Peringatan tersebut tidak hanya ditujukan kepada para sahabat,
tetapi juga kepada umat Islam sekarang ini. Namun, setelah melihat akidah umat Islam pada masa itu sudah kuat,
kemudian Nabi membolehkan ziarah kubur. Tetapi setelah masa berlalu sekian
lama, apa yang dikhawatirkan nabi sebelumnya. Ternyata, terjadi pada
masa sekarang. Hal ini mendorong penulis untuk membahas permasalahan dalam
pandangan Islam.
B. Terminologi Zarah Kubur
1.
Pengertian ziarah kubur
Secara etimologi ziarah berasal dari kata zaaro-yazuuru-ziyarotan-wazauron yang berarti qosadah, yaitu
hendak bepergian menuju suatu tempat (Mahmud Yunus, 2009: 247).
Berdasarkan hal ini makna dari berziarah kubur adalah qosadalqubuur, sengaja untuk bepergian ke kuburan.
Sedangkan dalam terminologi syar’i, makna ziarah kubur sebagaimana
dikemukakan oleh al Qadli ‘Iyadl rahimahullah dalam kitab al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqhi “ziarah
kubur adalah mengunjunginya dengan niat mendo’akan para penghuni kubur serta
mengambil pelajaran dari keadaan mereka” (Asy Syamilah 1/119).
2.
Sekilas Ziarah Kubur
Seperti dikemukakan di halaman sebelumnya, awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Nabi.
Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirik di tengah-tengah umat
menjadi faktor terlarangnya ziarah kubur di waktu itu. Namun, seiring
perkembangan dan kemajuan Islam, larangan ini dihapus dan nabi membolehkan umat Islam untuk berziarah kubur agar mereka dapat mengambil
pelajaran dari hal tersebut. Seperti mengingat kematian yang pasti. Sehingga hal tersebut dapat
melembutkan hati mereka dan senantiasa mengingat kehidupan akhirat yang akan
dijalani kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu aku melarang kalian
untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan
hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat. (Ingatlah)
jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.” (HR. Hakim
1/376 dan selainnya dengan sanad hasan, Ahkamul Janaiz hal.180). Larangan dikeluarkan
mengingat mereka baru saja terlepas
dari masa jahiliyah. Terkadang mereka masih menuturkan berbagai perkataan jahiliyah
yang batil. Tatkala pondasi keislaman telah kokoh, berbagai hukumnya telah
mudah untuk dilaksanakan, berbagai rambunya telah dikenal, maka ziarah kubur
diperbolehkan.
C. Dekontruksi Akidah Dalam
Pelaksanaan Ziarah Kubur
Mendengar kata ziarah kubur, tergambar sebuah
makam atau kumpulan makam yang didatangi. Ziarah kubur menuai banyak kontroversi akhir-akhir ini,
serta berdampak kepada orang awam, yang
belum memahami islam secara baik.
Adanya sebagian ustadz atau ustadzah yang menggerakkan umat untuk
jalan-jalan ke kuburan keramat, sampai mereka keliling antar kota atau bahkan antar
pulau, misalnya dari Jakarta sampai Lombok. Hal itu rawan kesalahan. Pertama,
ziarah ke kubur-kubur yang mereka anggap keramat itu menyelisihi hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam “ Tidak diseyogyakan bepergian
(untuk mencari berkah) kecuali ke tiga masjid: Masjid Haram, masjidku ini
(Nabawi di Madinah), dan Masjid al-Aqsho. (HR Muttafaq ‘alaih).
Bulan
Sya’ban yang dalam Islam disunnahkan banyak berpuasa, justru yang terjadi di
masyarakat adalah banyaknya orang ke kuburan,
lebih-lebih setelah nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) sampai menjelang datangnya bulan
Ramadhan. Kuburan wali atau kuburan keramat,
berjubel manusia sampai 24 jam. Mereka “beri’tikaf” di kubur-kubur. Hampir bisa
dibilang masjid-masjid agak sepi, tetapi kuburan sangat ramai.
Kedua,
rawan kemusyrikan, karena sulit dikontrol. Para
peziarah meminta kepada isi kubur yang dianggap sebagai orang
yang lebih dekat kepada Allah. Agar isi kubur menyampaikan
do’a mereka kepada Allah,
menjadikan mayat-mayat tersebut sebagai sarana kemusyrikan dan kesalahan akidah. Terlebih lagi kalau sampai meminta kepada isi kubur untuk
mengabulkan permintaan mereka, misalnya menghilangkan kesempitan rezki,
kesulitan hidup, cepat mendapatkan jodoh dan sebagainya. Berdo’a kepada selain Allah itu adalah
kemusyrikan.
Sebagaiman Allah berfirman surat Ahqaf
ayat 5 “Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan
selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do`a) nya sampai hari kiamat dan
mereka lalai dari (memperhatikan) do`a mereka? (Syaamil
Al-Qur’an, 2007: 502).
Ibnul Qayim berkata,
“Di antara tipudaya setan yang paling besar adalah memilihkan kuburan yang
diagungkan manusia dan menjadikannya sebagai sesembahan selain Allah .”
(Ighatsatul Lahafan : 279)
Tidak sedikit manusia bertawasul kepada isi dalam kubur. ibn Tamiyah
menyatakan bahwa bertawasul merupakan pekerjaan syirik. Pendapat ini didasarkan
pada surat al-Zumar ayat 3 : “Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni
(dari syirik), dan orang-orang yang mengambil perlindung selain Allah”. (Syamil
al-Qur’an, 2007 : 458)
Berdasarkan ayat tersebut diatas, Ibn Tamiyah berpendapat bahwa orang
Islam yang bertawasul, kepada orang yang telah mati, kafir. Yaitu mereka yang
menyembah berhala agar mendekatkan mereka kepada Allah. (Ensiklopedia Akidah
Islam, 2009: 620).
Ada juga penziarah kubur meletakan dahan yang basah atau sejenisnya di
atas kuburan atau bunga-bunga, hal ini bukanlah sunah yang dianjurkan nabi,
tetapi bid’ah dan sekaligus bentuk prasangka buruk (Su’uzhzunn) kepada si
mayit. Nabi ‘aliihihshalatu wassalam tidak meletakan dahan di atas kubur.
Beliau hanya meletakannya di atas dua kuburan, karena beliau mengetahui bahwa
kedua penghuni kubur itu sedang disiksa.
Jadi, meletakan pelepah kurma di atas kuburan bentuk prasangka buruk
kepada saudara kita yang telah meninggal. Seorang pun tidak boleh berprasangka
buruk pada saudaranya sesama muslim. Dengan meletakan pelepah kurma di atas
kuburan, berarti dia meyakini bahwa penghuni yang ada di dalam kuburan itu
sedang disiksa. Nabi Shalallau alahi wassalam tidak melatakan pelepah kurma
yang masih basah diatas kedua kuburan itu kecuali setelah beliau mengetahui
bahwa kedua penghuninya sedang disiksa. Seorang muslim pun tidak tahu secara
pasti apakah Allah Ta’ala berkenan menerima syafaat seperti yang dilakukan rasullah.
Asy-Syaikh al-Albani
berkata, “Tidak disyariatkan meletakkan daun wewangian dan bunga-bungaan di
atas kuburan, karena hal ini tidak pernah dilakukan oleh salaf. Seandainya itu
adalah baik, niscaya mereka melakukannya. Ibnu Umar berkata, ‘Semua bid’ah
adalah sesat, walaupun orang-orang menganggapnya baik’.” (Ahkamul Janaiz, hlm.
258)
Selain kejanggalan diatas, pengamatan penulis di sebagian daearah. Ketika
para penziarah sampai di tempat penziarahan. Mereka bercanda, duduk-duduk
diatas makam, bersandar pada nisan, padahal sabda rasullah dalam kitab sunah Abu
Dawud dari abu hurairah rasullah bersabda, “Sungguh, salah seorang di antara
kalian yang duduk di atas bara api lalu membakar baju yang dipakai hingga
kulitnya habis, lebih baik bagi dirinya dari pada dia duduk diatas kubur (HR.
Abu Dawud). Dalam ungkapan lain Murtsid bin Ghanawi meriwayatkan bahwa nabi
pernah bersabda, “ janganlah kalian duduk dan shalat di atas kubur” (HR.
Tirmidzi)
Satu Kejanggalan lagi yang terjadi dalam peraktek
ziarah kubur. Perempuan menziarahi kubur, Adapun wanita, maka tidak ada ziarah kubur baginya, karena Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. mengutuk
wanita-wanita yang ziarah kubur.”( HR. Ahmad).
D. Ziarah Kubur Perspektif Al-qur’an dan
Sunah
Terdapat sebuah riwayat dari Abu Dzar tentang
keutamaan ziarah kubur. Dia menyatakan bahwan Nabi SAW bersabda “ Hendaklah
kamu ziarah kubur, sebab kubur bisa mengingatkanmu tentang akhirat. Mandikanlah
jenasah, karena menangani jasad yang kosong (tanpa ruh) merupakan nasihat yang
berharga. Kerjakanlah shalat atas jenazah. Barangkali semua itu akan membuatmu
berduka. Sesungguhnya orang-orang yang berduka dalam naungan Allah akan
menunjukan segala kebaikan.” (HR. al-Hakim)
Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw
bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali kali beliau saw
melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Muslim Rasullah SAW bersabda : “Dulu aku
pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih
Muslim hadits no.977 dan 1977)
Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur
dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa
Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam
sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin,
Semoga kasih sayang Allah atas yg terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh
Kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976).
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan
mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya Allah akan
menyusul kalian”.
Rasul saw berbicara kepada yang meninggal sebagaimana selepas perang Badr, Rasul
saw mengunjungi mayat mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai
Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai
syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yg dijanjikan Allah
pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin
Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana
mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku
dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka
sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (shahih Muslim
hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yg telah mati”. Berkata Imam Qurtubi
dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yg dimaksud orang yg telah mati adalah
orang kafir yg telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil
hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan
orang mati dari kafir Quraisy yg terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz
13 hal 232).
Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu :
bahwa engkau wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yg telah
dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21
hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada
perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat mayat orang kafir
pada peristiwa Badr, namun yg paling shahih diantara pendapat para ulama adalah
riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yg masyhur dengan
berbagai riwayat, diantaranya riwayat yg paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr
yg menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dg riwayat Marfu’ bahwa :
“tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya
hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain)
bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam
hanya diucapkan pada yg hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan
karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda
mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan
hal ini, dan telah muncul riwayat yg mutawatir (riwayat yg sangat banyak) dari
mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yg hidup ke kuburnya”.
Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir 3/ 439).
Rasul saw bertanya-tanya tentang seorang wanita yg biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat
bahwa ia telah wafat, maka rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan
padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan
menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan
kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada
mereka” (shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka
ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap :
Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya
Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di
kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada
Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy ALkubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10054).
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10054).
Orang
yang berziarah
tidak boleh memintakan doa kepada orang yang meninggal atau istighâtsah kepada mereka, bernadzar
untuk mereka, menyembelih untuk mereka di samping kubur mereka, atau di tempat
manapun. Beribadah dengan hal itu kepada mereka agar memberi syafaat baginya,
atau menyembuhkan orang yang sakit, atau menolong terhadap musuhnya, atau
tujuan lainnya. Karena perkara-perkara ini termasuk ibadah dan semua ibadah
harus ditujukan kepada Allah SWT semata, sebagaimana firman–Nya: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir/40: 14) Dalam hadits
yang shahih dari Rasulullah s.a.w., beliau bersabda:
حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ: أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَيُشْرِكُوْا بِهِ
شَيْئًا
“Hak
Allah Shubhanahu wa Ta’ala kepada hamba adalah: mereka menyembah-Nya dan
tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya.“ (HR. Al-Bukhari , no. 2856 dan Muslim, no. 30) ungkapan lain
dalam Shahih al-Bukhari, dari Umar bin Khathab r.a., dari
Nabi Muhammad s.a.w. , beliau bersabda: ”
لاَتَطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فإِنّمَا أَنَا
عَبْدُهُ, فَقُوْلُوْا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kamu
menyanjung (secara berlebihan/ghuluw) kepadaku sebagaimana kaum
nashrani menyanjung Isa putra Maryam ‘alaihissalam, sesungguhnya aku
adalah hamba-Nya, maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya“ (HR. Al-Bukhari, no. 3445
dan no. 6830.)
Hadits-hadits yang menyuruh hanya menyembah Allah SWT saja dan larangan
menyekutukan-Nya, serta sarana yang mengarah kepadanya sangat banyak yang sudah diketahui.
Masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yg mengingkari ziarah
kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus
tahun lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll
tanpa ada yg mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yg berziarah,
hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah,
munculnya pengingkaran atas hal hal mulia ini yg hanya akan menipu orang awam,
karena hujjah hujjah mereka Batil dan lemah.
E. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ziarah
kubur itu ada dua macam:
Ziarah syar’iyah yang diizinkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan dalam ziarah ini ada dua tujuan, pertama bagi yang melakukan ziarah
akan dapat mengambil pelajaran dan peringatan, yang kedua bagi mayit ia akan
mendapatkan ucapan salam dan doa dari orang yang berziarah.
Ziarah bid’iyah yaitu ziarah kubur untuk tujuan-tujuan tertentu
bukan sebagaimana yang tersebut di atas, di antaranya untuk shalat di sana,
thawaf, mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya
untuk tabaruk, dan memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi
pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi
hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya dan permintaan-permintaan
lain yang hanya biasa dilakukan oleh para penyembah berhala dan patung saja.
Maka selayaknya setiap muslim berpegang dengan ajaran agamanya,
dengan kitabullah dan sunnah nabinya serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan
khurafat yang tidak pernah diajarkan dalam Islam. Dengan itu maka akan diperoleh
kebahagiaan di dunia maupun diakherat kelak, karena seluruh kebaikan itu ada
dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya sedang keburukan selalu ada dalam
kemaksiatan dan ketidaktaatan. Allahu A'lam.