SELAMAT DATANG PENGUNJUNG BLOG KAMI, SEMOGA ANADA DAPAT MANFAAT DARI BLOG YANG SAYA BUAT INI.

Monday, December 17, 2012

M2IQ PROPINSI


ZIARAH KUBUR:
ANTARA SUNAH DAN DEKONTRUKSI AQIDAH
Oleh : Ismat Ni'matullah

A. Pendahuluan
Haram atau sunahkah ziarah kubur ? sebuah perntanyaan membingungkan sebagian muslim. Ada sebagian paham menyatakan ziarah kubur itu musyrik seperti dikemukakan paham wahabi, ada juga yang menyatakan ziarah kubur itu sunah  seperti paham Nahdhatul Ulama (NU). Mereka bebas mengutarakan pendapat, selagi pendapat itu tidak merusak akidah serta merujuk kepada al-qur’an dan hadist.
Sebagian masyarakat Islam menganggap ziarah kubur merupakan bagian dari tradisi ritual keagamaan. Mereka setelah melaksanakan shalat ied, menjelang berangkat haji, bahkan sampai kepemilihan kepala daerah. Mempersiapkan bunga-bunga dalam sebuah baskom untuk dibawa ke kuburan. Ada juga yang membawa mashaf al Qur'an atau surah yasin untuk dibaca saat melawat ke kuburan sanak family. Hal ini sama halnya dengan yang dikatakan oleh Hj Assyfa (39) salah satu peziarah di tempat pemakaman umum (TPU) Kemanggisan, Jakarta Barat "Ziarah kubur menjelang puasa dan saat idul Fitri, bagi muslim yang ngerti bukan hanya tradisi tapi wajib. Pada hari raya, yang meninggal menunggu keluarganya menengok (menunggu doa). Seandainya tidak dilakukan enggak enak, kita bisa dimimpiin saat tidur." (Frans Agung Setiawan, Kompas, 22 September 2009) 
Mayoritas umat Islam di Indonesia telah menganggap bahwa ziarah kubur pada hari-hari tertentu, seperti menjelang hari raya dan hari Jum'at adalah ibadah yang ditekankan. Sebagian dari mereka hanya mengikuti tradisi tanpa mau peduli apakah hal itu disyariatkan oleh agama atau tidak.
Dari praktek-praktek ziarah kubur yang dilakukan di berbagai termpat terlihat tidak sedikit dari umat Islam yang datang ke kuburan menyalahi syariat seperti menyembah kuburan, bertawasul, menyalakan lampu atau lilin, memasang kelambu di atas kuburan, menabur bunga-bunga, menembok kuburan (memasang prasasti), bersandar di kuburan atau duduk diatasnya. Mereka melakukan ziarah kubur hanya sekedar mengikuti adat dan tradisi daerah.
Pada mulanya, Nabi Muhammad SAW melarang umat Islam menziarahi kuburan. Larangan ini lantaran kekhawatiran terjadi kesyirikan dan pemujaan terhadap kuburan tersebut. Apalagi yang meninggal termasuk orang saleh dan terpandang. Peringatan tersebut tidak hanya ditujukan kepada para sahabat, tetapi juga kepada umat Islam sekarang ini. Namun, setelah melihat akidah umat Islam pada masa itu sudah kuat, kemudian Nabi membolehkan ziarah kubur. Tetapi setelah masa berlalu sekian lama, apa yang dikhawatirkan nabi sebelumnya. Ternyata, terjadi pada masa sekarang. Hal ini mendorong penulis untuk membahas permasalahan dalam pandangan Islam.
B. Terminologi Zarah Kubur
1.      Pengertian ziarah kubur
Secara etimologi ziarah berasal dari kata zaaro-yazuuru-ziyarotan-wazauron yang berarti qosadah, yaitu hendak bepergian menuju suatu tempat (Mahmud Yunus, 2009: 247).  Berdasarkan hal ini makna dari berziarah kubur adalah qosadalqubuur, sengaja untuk bepergian ke kuburan.
Sedangkan dalam terminologi syar’i, makna ziarah kubur sebagaimana dikemukakan oleh al Qadli ‘Iyadl rahimahullah dalam kitab al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqhi “ziarah kubur adalah mengunjunginya dengan niat mendo’akan para penghuni kubur serta mengambil pelajaran dari keadaan mereka” (Asy Syamilah 1/119).

2.      Sekilas Ziarah Kubur
Seperti dikemukakan di halaman sebelumnya, awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Nabi. Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirik di tengah-tengah umat menjadi faktor terlarangnya ziarah kubur di waktu itu. Namun, seiring perkembangan dan kemajuan Islam, larangan ini dihapus dan nabi membolehkan umat Islam untuk berziarah kubur agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut. Seperti mengingat kematian yang pasti. Sehingga hal tersebut dapat melembutkan hati mereka dan senantiasa mengingat kehidupan akhirat yang akan dijalani kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat. (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.” (HR. Hakim 1/376 dan selainnya dengan sanad hasan, Ahkamul Janaiz hal.180). Larangan dikeluarkan mengingat mereka baru saja terlepas dari masa jahiliyah. Terkadang mereka masih menuturkan berbagai perkataan jahiliyah yang batil. Tatkala pondasi keislaman telah kokoh, berbagai hukumnya telah mudah untuk dilaksanakan, berbagai rambunya telah dikenal, maka ziarah kubur diperbolehkan.

C. Dekontruksi Akidah Dalam Pelaksanaan Ziarah Kubur
Mendengar kata ziarah kubur, tergambar sebuah makam atau kumpulan makam yang didatangi. Ziarah kubur  menuai banyak kontroversi akhir-akhir ini, serta  berdampak kepada orang awam, yang belum memahami islam secara baik.
Adanya sebagian ustadz atau ustadzah yang menggerakkan umat untuk jalan-jalan ke kuburan keramat, sampai mereka keliling antar kota atau bahkan antar pulau, misalnya dari Jakarta sampai Lombok. Hal itu rawan kesalahan. Pertama, ziarah ke kubur-kubur yang mereka anggap keramat itu menyelisihi hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tidak diseyogyakan bepergian (untuk mencari berkah) kecuali ke tiga masjid: Masjid Haram, masjidku ini (Nabawi di Madinah), dan Masjid al-Aqsho. (HR Muttafaq ‘alaih).
Bulan Sya’ban yang dalam Islam disunnahkan banyak berpuasa, justru yang terjadi di masyarakat adalah banyaknya orang ke kuburan, lebih-lebih setelah nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) sampai menjelang datangnya bulan Ramadhan. Kuburan wali atau kuburan keramat, berjubel manusia sampai 24 jam. Mereka “beri’tikaf” di kubur-kubur. Hampir bisa dibilang masjid-masjid agak sepi, tetapi kuburan sangat ramai.
Kedua, rawan kemusyrikan, karena sulit dikontrol. Para peziarah meminta kepada isi kubur yang dianggap sebagai orang yang lebih dekat kepada Allah. Agar isi kubur menyampaikan do’a mereka kepada Allah, menjadikan mayat-mayat tersebut sebagai sarana kemusyrikan dan kesalahan akidah. Terlebih lagi kalau sampai meminta kepada isi kubur untuk mengabulkan permintaan mereka, misalnya menghilangkan kesempitan rezki, kesulitan hidup, cepat mendapatkan jodoh dan sebagainya. Berdo’a kepada selain Allah itu adalah kemusyrikan. Sebagaiman Allah berfirman surat Ahqaf ayat 5 Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do`a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do`a mereka? (Syaamil Al-Qur’an, 2007: 502).
Ibnul Qayim berkata, “Di antara tipudaya setan yang paling besar adalah memilihkan kuburan yang diagungkan manusia dan menjadikannya sebagai sesembahan selain Allah .” (Ighatsatul Lahafan : 279)
Tidak sedikit manusia bertawasul kepada isi dalam kubur. ibn Tamiyah menyatakan bahwa bertawasul merupakan pekerjaan syirik. Pendapat ini didasarkan pada surat al-Zumar ayat 3 : “Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik), dan orang-orang yang mengambil perlindung selain Allah”. (Syamil al-Qur’an, 2007 :  458)
Berdasarkan ayat tersebut diatas, Ibn Tamiyah berpendapat bahwa orang Islam yang bertawasul, kepada orang yang telah mati, kafir. Yaitu mereka yang menyembah berhala agar mendekatkan mereka kepada Allah. (Ensiklopedia Akidah Islam, 2009: 620).
Ada juga penziarah kubur meletakan dahan yang basah atau sejenisnya di atas kuburan atau bunga-bunga, hal ini bukanlah sunah yang dianjurkan nabi, tetapi bid’ah dan sekaligus bentuk prasangka buruk (Su’uzhzunn) kepada si mayit. Nabi ‘aliihihshalatu wassalam tidak meletakan dahan di atas kubur. Beliau hanya meletakannya di atas dua kuburan, karena beliau mengetahui bahwa kedua penghuni kubur itu sedang disiksa.
Jadi, meletakan pelepah kurma di atas kuburan bentuk prasangka buruk kepada saudara kita yang telah meninggal. Seorang pun tidak boleh berprasangka buruk pada saudaranya sesama muslim. Dengan meletakan pelepah kurma di atas kuburan, berarti dia meyakini bahwa penghuni yang ada di dalam kuburan itu sedang disiksa. Nabi Shalallau alahi wassalam tidak melatakan pelepah kurma yang masih basah diatas kedua kuburan itu kecuali setelah beliau mengetahui bahwa kedua penghuninya sedang disiksa. Seorang muslim pun tidak tahu secara pasti apakah Allah Ta’ala berkenan menerima syafaat  seperti yang dilakukan rasullah.
Asy-Syaikh al-Albani berkata, “Tidak disyariatkan meletakkan daun wewangian dan bunga-bungaan di atas kuburan, karena hal ini tidak pernah dilakukan oleh salaf. Seandainya itu adalah baik, niscaya mereka melakukannya. Ibnu Umar berkata, ‘Semua bid’ah adalah sesat, walaupun orang-orang menganggapnya baik’.” (Ahkamul Janaiz, hlm. 258)
Selain kejanggalan diatas, pengamatan penulis di sebagian daearah. Ketika para penziarah sampai di tempat penziarahan. Mereka bercanda, duduk-duduk diatas makam, bersandar pada nisan, padahal sabda rasullah dalam kitab sunah Abu Dawud dari abu hurairah rasullah bersabda, “Sungguh, salah seorang di antara kalian yang duduk di atas bara api lalu membakar baju yang dipakai hingga kulitnya habis, lebih baik bagi dirinya dari pada dia duduk diatas kubur (HR. Abu Dawud). Dalam ungkapan lain Murtsid bin Ghanawi meriwayatkan bahwa nabi pernah bersabda, “ janganlah kalian duduk dan shalat di atas kubur” (HR. Tirmidzi)
Satu Kejanggalan lagi yang terjadi dalam peraktek ziarah kubur. Perempuan menziarahi kubur, Adapun wanita, maka tidak ada ziarah kubur baginya, karena Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. mengutuk wanita-wanita yang ziarah kubur.”( HR. Ahmad).
D. Ziarah Kubur Perspektif Al-qur’an dan Sunah
Terdapat sebuah riwayat dari Abu Dzar tentang keutamaan ziarah kubur. Dia menyatakan bahwan Nabi SAW bersabda “ Hendaklah kamu ziarah kubur, sebab kubur bisa mengingatkanmu tentang akhirat. Mandikanlah jenasah, karena menangani jasad yang kosong (tanpa ruh) merupakan nasihat yang berharga. Kerjakanlah shalat atas jenazah. Barangkali semua itu akan membuatmu berduka. Sesungguhnya orang-orang yang berduka dalam naungan Allah akan menunjukan segala kebaikan.” (HR. al-Hakim)
Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Muslim Rasullah SAW bersabda : “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)
Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yg terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976). Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
 Rasul saw berbicara kepada yang meninggal sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai syaibah bin rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yg dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (shahih Muslim hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yg telah mati”. Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yg dimaksud orang yg telah mati adalah orang kafir yg telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yg terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam Attabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkau wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yg telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yg paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat riwayat shahih yg masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yg paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdilbarr yg menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dg riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya didunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlilkubur, dan salam hanya diucapkan pada yg hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yg mutawatir (riwayat yg sangat banyak) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yg hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir 3/ 439).
Rasul saw bertanya-tanya tentang seorang wanita yg biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.10051)
 Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy ALkubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yg pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10054).
Orang yang berziarah tidak boleh memintakan doa kepada orang yang meninggal atau istighâtsah  kepada mereka, bernadzar untuk mereka, menyembelih untuk mereka di samping kubur mereka, atau di tempat manapun. Beribadah dengan hal itu kepada mereka agar memberi syafaat baginya, atau menyembuhkan orang yang sakit, atau menolong terhadap musuhnya, atau tujuan lainnya. Karena perkara-perkara ini termasuk ibadah dan semua ibadah harus ditujukan kepada Allah SWT semata, sebagaimana firman–Nya: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir/40: 14) Dalam hadits yang shahih dari Rasulullah s.a.w., beliau bersabda:
حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ: أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَيُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا
Hak Allah Shubhanahu wa Ta’ala kepada hamba adalah: mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya. (HR. Al-Bukhari , no. 2856 dan Muslim, no. 30)  ungkapan lain dalam Shahih al-Bukhari, dari Umar bin Khathab r.a., dari Nabi Muhammad s.a.w. , beliau bersabda: ”
لاَتَطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فإِنّمَا أَنَا عَبْدُهُ, فَقُوْلُوْا عَبْدُاللهِ وَرَسُوْلُهُ
Janganlah kamu menyanjung (secara berlebihan/ghuluw) kepadaku sebagaimana kaum nashrani menyanjung Isa putra Maryam ‘alaihissalam, sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya (HR. Al-Bukhari, no. 3445 dan no. 6830.)
Hadits-hadits yang menyuruh hanya menyembah Allah SWT saja dan larangan menyekutukan-Nya, serta sarana yang mengarah kepadanya sangat banyak yang sudah diketahui.
            Masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yg mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yg mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yg berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal hal mulia ini yg hanya akan menipu orang awam, karena hujjah hujjah mereka Batil dan lemah.
E. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ziarah kubur itu ada dua macam:
Ziarah syar’iyah yang diizinkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan dalam ziarah ini ada dua tujuan, pertama bagi yang melakukan ziarah akan dapat mengambil pelajaran dan peringatan, yang kedua bagi mayit ia akan mendapatkan ucapan salam dan doa dari orang yang berziarah.
Ziarah bid’iyah yaitu ziarah kubur untuk tujuan-tujuan tertentu bukan sebagaimana yang tersebut di atas, di antaranya untuk shalat di sana, thawaf, mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk, dan memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya dan permintaan-permintaan lain yang hanya biasa dilakukan oleh para penyembah berhala dan patung saja.
Maka selayaknya setiap muslim berpegang dengan ajaran agamanya, dengan kitabullah dan sunnah nabinya serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat yang tidak pernah diajarkan dalam Islam. Dengan itu maka akan diperoleh kebahagiaan di dunia maupun diakherat kelak, karena seluruh kebaikan itu ada dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya sedang keburukan selalu ada dalam kemaksiatan dan ketidaktaatan. Allahu A'lam.

No comments: