PESANTREN SEBAGAI MODEL
Di
Susun Oleh :
Ismat Ganteng
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI
) NURUL FALAH
AIR
MOLEK
2012
KATA PENGANTAR
Pendidikan menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia. Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti/ akhlak serta kecakapan peserta didik. Atas pertimbangan inilah selayaknya semua pihak perlu memberikan perhatikan secara maksimal terhadap bidang pendidikan. Perhatian tersebut antara lain direalisasikan melalui kerja keras secara kontinue dalam memperbaharui dan meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu.
KATA PENGANTAR
Pendidikan menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia. Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti/ akhlak serta kecakapan peserta didik. Atas pertimbangan inilah selayaknya semua pihak perlu memberikan perhatikan secara maksimal terhadap bidang pendidikan. Perhatian tersebut antara lain direalisasikan melalui kerja keras secara kontinue dalam memperbaharui dan meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu.
Peluang masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya juga kian tersedia seiring semakin
dipahaminya konsep pendidikan berbasis masyarakat (Community based education).
Bahkan model basis masyarakat yang esensinya
adalah pendidikan non formal telah diakui keberadaanya dalam UU No. 20
tahun 2003 pasal 26 ayat 1 s/d 7, atas dasar ini, keberadaan pendidikan
berbasis masyarakat seperti model pendiikan kaderisasi.
Akhirnya kami dari kelompok empat berterima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, demi
kesempurnaan makalah yang kami buat keritik nantikan, jika ada kekurangan dari
segi isi maupun sistematika penulisan dalam penyusunan makalah ini kami mohon
maaf, karena sampai disinilah kemampuan kami
Air
Molek, 17 Desember 2010
Kelompok 4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Identifikasi Masalah
C.
Rumusan Masalan
D.
Batasan Masalan
E.
Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pesantren Sebagai Model Pendidikan
Berbasis Masyaraka
1.
Sejarah Pesantren
2.
Relevansi dengan basis kultural
pesantren
3.
Kultur Menejemen Pesantren
4.
Ide Penerapan Manajemen Pendidikan
Berbasis Masyarakat di Pesantren
BAB III ANALISIS
PEMBAHASAN
A.
Tekhnik Pengambilan Data
B.
Tekhnik Analisis Pembahasan
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) merupakan
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dan tekhnologi melalui pembelajaran
seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh
arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala
dimensi kehidupan manusia, termasuk dibidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan
harus dikelola secara desentralisasidengan memberikan tempat seluas-luasnya
bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi
usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya.
Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah
dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas
pendidikan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat diasumsikan mempunyai
aspirasi yang harus diakomodasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu
program pendidikan.
Lebih jauh, era desentralisasi-otonomi
juga berdampak pada semakin terbukanya kebebasan yanbg dimiliki masyarakat
untuk merancang dan melaksanakan pendidikan sesuai kebutuhan sendiri.
Akibatnya, upaya-upaya menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat
(community-based education) dewasa ini semakin marak.
B. Identifikasi Masalah
Jika nanti tujuan penelitian ini tercapai
dan dari rumusan masalah dapat terjawab
secara akurat di harapkan dapat :
a.
Mengetahui salah satu model
pendidikan berbasis masyarakat.
b.
Dapat dijadikan acuan bahwa
Pesantren merupakan model basis pendidikan masyarakat yang layak dicontoh dari
segi manajemen Pendidikan
c.
Mengetahui ide penerapan manajemen
pendidikan berbasis masyarakat di
pesantren
C. Rumusan
Masalah
Rumusan dari makalah ini adalah :
1.
Apakah pesantren salah satu dari
model pendidikan masyarakat ?
2.
Bagaimana ide penarapan manajemen
pendidikan berbasis masyarakat di pesantren ?
D.
Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas
dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini,
maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada pengertian budaya,
masyarakat, Dan yang mencangkup tentang budaya dan masyarakat.
E.
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah yang berjudul pesantren sebagai model pendidikan
berbasis masyarakat penulis membagi makalah ini menjadi 3 Bab yaitu :
Bab Pertama yaitu Pendahuluan yang berisi tentang
latar Belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah
serta sistematika penulisan
Bab Kedua Membahas tentang pesantren sebagai model pendidikan berbasis
masyarakat
Bab
Ketiga Berisikan Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pesantren Sebagai Model Pendidikan
Berbasis Masyarakat
Dalam
Perkembangannya, Pendidikan berbasis masyarakat kini merupakan sebuah gerakan
nasional di negara berkembang seperti Indonesia . Community-based education
diharapkan menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society). Dengan sendirinya, manajemen
pendidikan yang berdasarkan pada community-based education akan menampilkan
wajah lain yang selama ini kita telah mengasingkan lembaga pendidikan dari masyarakat.
Untuk
melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat setidak-tidaknya
mempersyaratkan lima hal. Pertama : teknologi yang digunakan
hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi yang nyata yang ada di masyarakat.
Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya di paksakan sering
berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnya tidak digunakan sebab
kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan.
Hal inimembuat masyarakat menjadi rapuh. Kedua.ada
lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan
dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat
dalam perencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar
sekolah. Ketiga, program belajar yang
akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta
didik atau warga belajar. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada
potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik.
Keempat,
Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi
pemerintah. Hal ini perlu di tekankankan karena bercermin pada pengalaman
selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah
terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah
pemaksaan program. Semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang
bersangkutan.
Kelima, aparat pendidikan luar sekolah
tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini menjadi pelaksana dan
mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan
dengan sumber-sumber pendukung program.
1. Sejarah Pesantren
Pesantren
merupakan salah satu model dari pendidikan berbasis masyarakat.Kebanyakan
pesantren berdiri atas inisiatif masyarakat muslim yang tujuan utamanya adalah
untuk mendidik generasi muda agar memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam
dengan baik. Pesantren dengan cara hidupnya yang bersifat kolektif barangkali merupakan perwjahan atau cerminan
dari semangat dan tradisi dan lembaga gotong royong yang umum terdapat di
pedesaan. Nilai-nilai keagamaan seperti Ukhwah
(Persaudaraan), ta’wun (Kerja
sama), Jihad (berjuang), taat, sederhana,
mandiri, ikhlas dan berbagai nilai eksplisit dari ajaran agama Islam lain yang
mentradisi di pesantren ikut dukung kelestariannya.[1]
Pesantrenkemudian
berhasil mempertegas eksistensinya sebagai pusat belajar masyarakat atau Community learning centre. Pada konteks
ini, pesantren memiliki otonomi dengan menggunakan model manejemen sendiri (Self management) yang belakangan dikenal
dengan istilah managemen pendidikan berbasis masyarakat.
Seiring
dengan perjalanan bangsa kita, ketika lembaga-lembaga sosial yang lain belum
berjalan secara fungsional maka pesantren telah menjadi pusat kegiatan
masyarakat dalam belajar agama, bela diri, mengobati orang sakit, konsultasi
pertanian, mencari jodoh sampai menyusun siasat perang melawan penjajah. Tegasnya,
pesantren menjadi lembaga pendidikan yang unik, tidak saja karena keberadaannya
yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode dan jaringan yang
diterapkan oleh lembaga pendidikan agama ini yang khas. Pesntren ini juga
memiliki jaringan sosial yang kuat dengan masyarakat dan dengan sesama
pesantren karena sebagian besar pengasuh pesantren tidak saja terikat pada
kesamaan pola pikir, paham keagamaan, namun juga memiliki hubungan kekerabatan
yang cukup erat.
Hal
lain yang menyebabkan kohesifitas dunia pesantren menjadi sangat kuat adalah
adanya kesamaan ideologi. Hampir semua pesantren di Indonesia memiliki kesamaan
referensi dengan metode pengajaran dan pemahaman keagamaan yang sama pula.
Berdsasarkan catatan martin Van Bruenssen terhadap 46 pesantren besar di
Indonesia, semua menggunakan referensi kitab yang sama, khususnya dalam kitab
fiqh. Kesamaan referensi kitab kunningdalam dunia pesantren initerjadi karena
adannya selekmsi yang cukup ketat di kalangan pesantren , misalnya adanya
katagori kitab mu’tabar dan ghairu mu’tabar, di mana hanya kitab-kitab mu’tabar
yang boleh di pelajari di dipesantern. Meskipun demikian, kurikulum pesantren
tidak distandarisasikan.
2. Relevansi dengan basis kultural
pesantren
Pendidikan pesantren adalah lembaga
pendidikan tertua di Indonesia. Lembaga pendidikan ini bisa bertahan agaknya
secara implisit mengisyaratkan bahwa islam tradisional dalam segi-segi tertentu
masih tetap relevan di tengah deru modernisasi meskipun bukan tanpa kompromi.
Pada awalnya, dunia pesantren terlihat enggan dan rikuh dalam menerima
modernisasi sehingga pernah terjadi kesenjangan antara pesantren dengan dunia
luar. Tetapi secara gradual, pesantren kemudian menerima modernisasi melalui
proses akomodasi dan inovasi tertentu yang dipandang tepat. Hingga saat ini,
model pendidikan pesantren masih bertahan di tengah-tengah modernisasi
pendidikan di luar pesantren.
Dengan
demikian, Pesantren sesungguhnya terbangun dari konstruksi kemasyarakatan dan
epistemologi sosial yang menciptakan suatu transendansi atas penjelasan
historis sosial. Sebagai center knowledge dalam pendakian sosial, pesantrren
mengalami metamorfosa yang berakar pada konstruksi epistemologi dari variasi
pemahaman di kalangan umat islam. Hal yang menjadi titik penting ialah
kenyataan eksistemsi pesantren sebagai salah satu pemicu terwujudnya kohesi
sosial. Keniccayaan ini karena pesantren hadir terbuka dengan semangat
kesedrahanaan, kekeluargaan, dan kepedulian sosial, konsepsi prilaku (Sosial
behavior) yang ditampilkan pesantren ini mempunyai daya rekat sosial yang
tinggi dan sulit ditemukan pada institusi pendidikan lainnya/
Kemampuan
pesantren dalam mengembangkan diri dan mengembangkan masyarakat sekitarnya, ini
dikarenakan adanya potensi yang dimiliki oleh pondok pesantren. Potensi-potensi
itu meliputi tiga aspek. Pertama, pondok pesantren hidup selama 24 jam, dengan pola 24 jam tersebut, baik
pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, keagamaan, sosial kemasyarakatan,
atau sebagai lembaga pengembangan potensi umat dapat diterapkan cara tuntas,
optimal dan terpadu. Kedua, pondok pesantren secara umum mengakar kepada
masyarakat. Pondok pesantren banyak tumbuh dan berkembang umumnya di daerah
pedesaan karena memang tuntunan masyarakat yang ingin menghendaki berdirinya
pondok pesantren, dengan demikian, pondok pesantren dan keterikatan dengan
masyarakat merupakan hal yang amat penting bagi satu sama lain. Dalam konteks
pelaksanaan pendidikan berbasis
masyarakat, pondok pesantren dapat dianggap telah menjalankan gerakan ini. Salah
satu buktinya, kebanyakan pesantren memiliki program pengajian rutin yang
dihadiri oleh warga sekitar pondok secara sadar tanpa paksaan. Ini Adalah salah
satu implementasi pendidikan berbasis masyarakat yang dijalankan pondok
pesantren.
Tiga, pondok pesantren dipercaya masyarakat.
Kecenderungan masyarakat menyekolahkan anaknya kepondok pesantren tentu saja
didasari oleh kepercayaan mereka terhadap pembina yang dilakukan oleh pondok
pesantren yang lebih mengutamakan pendidikan agama.
3. Kultur Manajemen Pesantren
Dihadapkan pada dasarnya arus perubahan
sosial akibat modernisasi industrialisasi seperti sekarang, pesantren tentu di
tuntut untuk memberikan reaksi atau respon secara memadai, reaksi pesantren
menghadapi perubahan yang berjalan selama ini ada yang lunak ada juga yang
keras, ada yang membuka dan ada juga yang menutup diri. Namun meski ada yang
mendefinisikan zaman sekarang sebagai zaman edan atau zahiliyah modern,
ternyata tidak sedikit yang mencoba melakukan teransportasi dengan melakukan
mobilitas budaya yang menyebabkan dokrin, lembaga dan perantara sosial menjadi
tetap relavan. Selain itu, pesantren juga selalu di tuntut untuk melakukan
adjustment and rejustment mulai dari melakukan diversivikasi program dengan
membuat yayasan, memasukan sistem sekolah, kontektualisasi kitab kuning kuning,
modernisasi manajement pengelolaan dan lain-lain.
Oleh
sebab itu, dalam menghadapi perubahan, pesantren ditutut melakukan kontekstualisasi
tanpa harus mengorbankan watak aslinya selaku institusi pendidikan, keagamaan
dan sosial. Pesantren harus membenahi kelemahannya, diantaranya dengan
menghadapkan management pendidikan berbasis masyarakat.
Apalagi
berdasarkan tuntunan modernisasi, setiap lembaga pendidikan , termasuk lembaga
pesantren harus bertumpu pada masyarakat apabila jika ditilik dari sejarah
kelahirannya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dari bawah atau
lahir berkat dukungan dan partisipasi masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan
yang tumbuh dari bawah pesantren umumnya dikenal sebagai perguruan swasta yang
berkemampuan tinggi dalam bersuakarya dan bersuakarsa dalam menyelenggarakan
pendidikan. Hanya saja, selama ini kita menganggap biasa terhadap jenis
pendidikn seperti pesantren meskipun
jenis pendidikan ini cepat tumbuh dan berkembang di masyarakat. Selama ini,
para pakar pendidikan di indonesia belum
terangsang atau belum berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam terhadapap
fenomena kemunculan jenis pendidikan yang tumbuh dari masyarakat ini dan kemudian
menyusun termonologi sesuai dengan model-model pendidikan yang sudah tumbuh di
masyarakat kita. Pada hal jenis pendidikan berbasis masyarakat seperti
bercermin pada peraktik pendidikan pesantrren juga menggambarkan cita-cita dan
visi misi yang timbul pada benak perintis pendidikan terdahulu yakni,
terwujudnya masyarakat cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing,
dengan cara melakukan program belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat di sekitar lingkungannya.
Pola
menejerial dalam menjalankan kegiatan pesantren selama ini masih bersifat
alami, hal ini setidak tidaknya kurang terencananya upaya-upaya. Mengembangkan
mutu pesantren dan kurang lancarnya proses
pembinaan calon pemimpin dan proses suksesi di pesantren lantaran belum
memiliki model yang jelas dan mantap. Dalam beberapa hal, pola pembinaan dan
pengembangan alamiah dapat menghasilkan konstinutas kepemimpian yang baik,
namun yang sering terjadi tercapainya akibatnya, sering kali terjadi penurunan
kualitas kepemimpinan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4. Ide Penerapan Manajemen Pendidikan
Berbasis Masyarakat di Pesantren
Selama ini pesantren telah menunjukan
kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang diatas kekuaatannya sendiri dengan
mobilisasi sumber daya yang tersedia di masyarakat yang menjadi basis pendukungnya.
Berkat kemandiriannya, pesantren menjalankan perannya sebagai lembaga
pendidikan, lembaga pelayanan sosial-kemasyarakatan dan lembaga dakwah amal
ma’ruf nahi munkar.
Menurut
sebagian pakar, kemandirian pesantren belum dioptimalkan khususnya untuk
melakukan terobosan-terobosan yang bearti. Bahkan sebagian pesantren masih di
nilai lamban dalam merespons tuntunan
perubahan masyarakat. Ia cenderung mempertahankan kebijakan hati-hati (cautious
policy), menerima modernisasi atau pembaharuan pendidikan hanya dalam sekala
terbatas sekedar untuk menjamin pesantren tetap survive.
Oleh
karena itu, pesantren di tuntut membuka diri dalam merespons perubahan
diantaranya dengan memodernisasi managemen pengelolaannya. Sudah saatnya
managemen yang benar. Managemen pada konteks ini dimaksudkan sebagai proses
perencanaan dan pembuatan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian keuangan, fisik, dan sumber informasi untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara yang efesien dan efektif. Berdasarkan dari berbagai
pendapat para pakar diatas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa managemen
merupakan proses sistematika dan kooperatif dalam usaha memanfaatkan sumber
daya yang ada guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efesien dan
efektif.
Tetapi,
karena pesantren merupakan jenis pendidikan berbasis masyarakat maka penerapan
managemen di lembaga ini harus memperhatikan aspek-aspek managemen yang berlaku
pada pendidikan berbasis masyarakat. Penerapan managemen pendidikan berbasis
masyarakat meliputi : perencanaan, pengorganisasian, serta pengawasan, dan
pengembangan, yang terus menerus. Penerapan managemen pendidikan berbasis
masyarakat di pesantren dapat di jelaskan sebagai berikut :[2]
- Perencanaan
Menurut Zamakhsyari Dhover,
kiyai merupakan elemen paling esensial dalam pesantren. ia sering kali menjadi
pendirinya. Oleh karena itu, wajar apabila suatu pesantren semata-mata
berganrung pada kemampuan pribadi kiai. Peran kiai yang begitu dominan dalam
perencanaan sebuah pondok pesantren bisa dipahami, hal tini disebabkan :
1. Adanya asumsi bahwa
pesantren bisa diibaratkan sebagai sebuah kerajaan keci, dimana kiai merupakan
sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (Power and authority) dalam
kehidupan dilingkungan pesantren. Tidak ada seorang santri atau orang lain yang
dapat melawan kekuasaannya kecuali kiai yang lebih besar pengaruhnya. Para
santri selalu berharap dan berfikir bahwa kiai yang dianutnya adalah orang yang
mempunyai kepercayaan diri tinggi.
2. Seorang kiai dengan
para pembantunya merupakan hirarkhi kekuasaan satu-satunya yang secara
eksplisit di akui dalam lingkungan pesantren. Ditegkan diatas kewibawaan moral
seorang kiai yng merupakan patron untuk menjadi panutan para santrinya.
Hirarkhi internal ini tidak berbagi tempat dengan kekuasaaan yangdatang dari
luar pesatren. Hal ini yang menjadi faktor pembeda antara kehidupan pesantren
dengan kehidupan di luar pesantren.
3. Kebanyakan pesantren
merupakan gambaran dan manifestasi dari kiainya. Hal ini dapat dimaklumi karena
kiai adalah figur sendiri sekaligus sebagai pengasuh pondok pesantren yang
dimiliki wewenang untuk membuat wewenang dan membuat perencanaan tentang pondok
pesantrennya.
- Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan
aktifitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang
sehingga terbentuk satu kesatuan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada
tahap pengorganisasian ini, merupakan pengaturan dan pembagian tugas-tugas pada
seluruh anggota atau pengelola pondok pesantren untuk dilaksanakan dalam rangka
mencapai tujuan, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan. Maka
pembagian tugas seperti pembagian tugas mengajar, mengatur ketertiban dan
keamanan di lingkungan pondok pesantre, mengontrol kegiatan santri, dalam
pembagian tugas ini, kiai biasanya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Senioritas para
santri
2. Penguasaan pada
bidang ilmu tertentu.
3. Pengabdian dan
keikhlasan
- Pengawasan
Pengawasan atau pengendalian di lingkungan pondok pesantren
terhadapa proses belajar santri dapat dilaksanakan dengan melibatkan para
pembantunya. Karena kehidupan para santri berada di asrama yang terletak satu
kompleks dengan kiai atau pengurus lainnya. Pengawasan bagi santri agar belajar
lebih giat. Menjalin kehidupan sepritual
dengan teratur, memperoleh ilmu yang bermanfaat seperti yang dipesankan oleh
kiai mudah diterima oleh para santri.
Pada saat terjadi proses
belajar mengajar, kiai berhadapan langsung dengan para santri. Bahkan kiai
sering meninjau asrama dimana para satri tinggal untuk melihat kebersihan dan
kerapihan asrama.bakan menegur santri bila ketahuan melanggar aturan asrama.
Dalam suasana kehidupan yang khas seperti itu, maka kiai dengan mudah hafal
pada santrinya. Apabila ada gejala-gejala prilaku yang menyimpang, kiai sangat
memberi perhatian baik secara langsung atau melalui santri senior.
- Penganggaran (Budgeting)
Setiap organisasi membutuhkan
dana untuk membiayai kegiatannya. Begitu
halnya dengan organisasi pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan
non formal. Organisasi pendidikan kursus mengadakan perencanaan budget secara
berkala untuk mengalokasikan dana yang tersedia, agar dana itu dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh setiap unit kerja dalam lembaga tersebut
- Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi sebagai fungsi dari
administrasi pendidikan merupakan aktivitas untuk meneliti dan mengetahui
sampai di mana pelaksanaan yang dilakukan di dalam proses keseluruhan
organisasi mencapai hasil sesuai dengan
rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapai tujuan
pendidikan pesantren. Oleh karena itu, setiap kegiatan yang dilakukan oleh kiai
di pesantren khususnya dalam mendidik para santrinya memerlukan adanya
evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan di
pondok pesantren diadakan setiap setahun sekali dengan agenda pertanggung
jawaban kepada kiai. Pondok pesantren menggunakan dua kpengurusan, yaitu
pengururs pondok dan pengurus madrasah. Pengurus pondok bekerja mengenai urusan
asrama seperti kebersihan, pemeliharaan, mengatur tempat ketika ada santri
baru, dan lain sebagainya. Sedangkan pengururs madrasah mengelola bagaimana
pendidikan di pesantren bisa berjalan dengan lancar, kepengurusan ini di pegang
sendiri oleh kiai sebagai mudir madrasah dan di bantu para santri senior
sebagai guru atau ustadz.
BAB III
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Tekhnik Pengambilan Data
Dengan
perumusan masalah yang telah dijabarkan di bab awal, untuk memperoleh data
tersebut, maka penulisan makalah ini
penulis menggunakan tekhnik-tekhnik sebagai sebagai berikut.
1.
observasi
penulis
mengadakan observasi secara langsung dilokasi penilitian terhadap model
pendidikan yang diterapkan di pesantren
2.
study dokumentasi
dalam
pengumpulan data penulis meneliti dokumen-dokumen yang berkaitan tentang
Pendidikan pesantren.
B. Analisis
Data
Berdasarkan indentifikasi masalah
sebagaimana telah dijabarkan dibab awal, penulis kembali mengadakan diskusi
dengan teman sejawat dengan bimbingan supervisor. Melalui diskusi, diketahui
beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah pada Pendidikan
masyarakat. Adapun kekurangan yang terjadi dalam pendidikan itu adalah :
1.
Penggunaan media pembelajaran yang
kurang tepat
2.
Metode pembelajaran yang
diterapkan dalam sekolah belum sesuai dengan yang di butuhkan oleh masyarakat
Berdasarkan hal tersebut yang menjadi
fokus dalam rencana perbaikan adalah model pendidikan yang sesuai di
masyarakat.
Melihat kekurangan dan kelemahan yang
terjadi dalam pendidikan perlu kiranya dalam pelaksanaan pendidikan pemerintah
mengacu kebutuhan yang terjadi di masyarakat sehingga tidak ada lagi lulusan
yang kurang berguna di masyaraka.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode deskriptif, yaitu mengumpilkan
data-data yang berhubungan dengan masalah pembahasan, data yang terkumpul
diklasifikasikan menjadi dua kelompok data yaitu: data kualitatif dan data
kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, data
yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka yang diproses dan diolah dalam
bentuk tabel prosentase. Teknik ini sering disebut dengan teknik deskriptif
kualitatif dengan prosentase lalu ditafsirkan menggunakan kata-kata. Oleh
karena itu penulis di dalam membuat makalah ini menggunakan tekhnik deskriptif
kualitatif.
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pendidikan
berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi pendidikan melalui
perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan
berbasisi masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran untuk terus belajar
sepanjang hayat dan mengatasi tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin
erat.
Secara konseptual,
pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang
bertumpu pada prinsip “dari masyarakat” artinya pendidikan memberikan jawaban
atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat di
tempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan, bukan obyek pendidikan. Pada
konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap
program pendidikan. Ada pun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya
masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab
kebutuhan mereka. Secaara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan,
diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai,
mengelola dan menilai. Sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam,
untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Pesantren sebagai model pendidikan berbasis masyarakat terdapat dalam PP
No 55 Tahun 2007.
B. Saran
Hendaknya
Masyarakat Pengurus pesantren dan pemerintah mengetahui akan kebutuhan pendidikan
yang diperlukan di masyarakat serta mengupayakan pendidikan dalam mengatasi
masalah yang timbul dalam pendidikan di masyarakat dengan cara : pemberian
informasi, diskusi kelomok, kerjasama pribadi, pemberian informasi tentang
sumbangan yang di berikan pemerintah kepada pesantren.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawa, H, Sosiologi
Pendidikan Suatu Analisis tentang
Pelbagai Problem Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Nasution, S. Sosiologi
Pendidikan, Ed 2 Cet.1. Bumi aksara, Jakarta : 1994
Zubaedi, Pendidikan
Berbasis Masyarakat. Pustaka Pelajar, Jakarta, 2000
Soekanto , soerjono, Sosiologi
Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2006
No comments:
Post a Comment