BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Menyelenggarakan Pendidikan berkualitas merupakan amanah
Undang-undang yang tertuang dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003. Pada
pasal 3 disebutkan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas 2003 pasal 3).
Pendidikan yang berkualitas adalah Pendidikan yang mampu
mengembangkan kemampuan, membentuk Karakter dan Peradaban Bangsa. Oleh karena
itu harus dikembangkan dalam pendidikan di sekolah aspek : keimanan, ketaqwaan,
akhlak mulia, kesehatan, ilmu, kecakapan, kreativitas, kemandirian, demokrasi
dan tanggung jawab pada anak didik dan seluruh stakeholders Pendidikan.
Kondisi Saat ini kebanyakan sekolah hanya mengembangkan
aspek-aspek pendidikan secara dangkal : Dimensi kognitif (hanya
menghafal);Dimensi ketrampilan (mekanistik); Dimensi nilai tidak terurus dan
tidak mendalam; Dimensi hubungan (ranah interaktif) tidak tergarap. Padahal
seharusnya sekolah berkualitas mampu mengembangkan Dimensi kognitif (menguasai
pengetahuan dan bidang studi); Dimensi ketrampilan: a.l. ketrampilan untuk
melakukan pekerjaan, pemecahan masalah, berfikir kreatif, dll. Dimensi nilai:
a.l. sikap terhadap diri, terhadap orang lain, terhadap lingkungan, dan kepada
Maha Pencipta; Dimensi hubungan: hubungan yang dibangun oleh keluaran
pendidikan (outcome) terutama dunia kerja dan masyarakat.
Pendidikan karakter harus terus ditingkatkan agar semua siswa
dapat optimise dalam mengikuti pembelajaran dan tidak merasa minder atau rendah
diri, gejala-gejala yang ditemukan di SDN 001 Kecamatan Ukui. Adapun
gejala-gejala yang terlihat di lapangan adalah sebagai berikut :
- Adanya
sebagian siswa yang rendah diri dan merasa minder ketika masuk sekolah.
- Adanya
sebagian siswa yang kurang termotivasi dalam belajar.
- Adanya
sebagian siswa yang kurang di perhatikan di rumah dengan orang tuanya,
sehingga di sekolah banyak tertinggal pelajaran.
- Adanya
sebagian siswa yang tidak memiliki buku teks pelajaran karena tidak
mempunyai uang ketika di tanya alasan, sehingga susah untuk mengerjakan
tugas di sekolah.
Dari
berbagai gejala tersebut penulis menduga bahwa perbedaan tingkat empatik siswa
karena landasan setatus pekerjaan orang tua, oleh sebab itu dilakukan
penelitian dengan judul “PERBEDAAN TINGKAT EMPATI SISWA YANG
ORANG TUANYA PEGAWAI DENGAN BUKAN PEGAWAI DI KELAS V SDN 001 UKUI SATU”
1.
Rumusan Masalah
a. Bagaimangambaran tingkat empati siswa yang orang tuanya berasal
dari pegawai di kelas V SDN 001 Ukui
b. Bagaimana gambaran tingkat empati siswa yang orang tuanya yang
bukan pegawai di kelas V SDN 001 Ukui satu.
c. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat empati
siswa yang orang tuanya pegawai dengan bukan pegawai di kelas V SDN 001 Ukui
Satu.
2. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini :
a. Untuk mengetahui gambaran tingkat empati siswa yang orang tuanya
berasal dari pegawai di kelas V SDN 001 Ukui.
b. Untuk mengetahui gambaran tingkat empati siswa yang orang tuanya
yang bukan pegawai di kelas V SDN 001 Ukui satu.
c. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara tingkat empati
siswa yang orang tuanya pegawai dengan bukan pegawai di kelas V SDN 001 Ukui
Satu.
3. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini melatih menulis secara ilmiah untuk memenuhi
persyaratan sarjanah Pendidikan sedang study bimbingan konseling prodi BK FKIP
UNRI.
b. Hasil penelitian dapat dijadikan data atau impormasi bagi yang
membutuhkan terutama untuk mengembangkan tingkat oftimisme siswa.
c. Hasil penelitian dapat digunakan oleh sekolah terutama guru-guru
dan kepala sekolah di dalam membawa anak didik.
d. Hasil penelitian dapat di manfaatkan oleh pimpinan sebagai dasar
untuk membuat suatu keputusan atau kebijakan.
4. Definisi Operasional
a. Pengertian Empatik
Yang
dimaksud dengan empati adalah kesanggupan seseorang untuk menempatkan diri
sendiri dalam situasi sosial dan membentuk suatu pendapat yang benar, semakin
sering menarik kesimpulan yang benar
maka semakin besar kemampuan seseorang
untuk membuat keputusan yang terdapat dalam hubungan dengan orang lain (Peter
lauster dalam DH GULO. Hal. 101)
Menurut
KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau
merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau
kelompok lain.
b. Orang tua
Orang tua menurut Kunaryo Hadikusumo (1996 : 40)
sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama karena secara
kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak
berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi
(anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang makin dewasa.
c. Pegawai negri
warga
negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999).
BAB II
LANDASAN TEORI
- Pengertian
Empati
pengertian (empati). Menurut Thomas F. Mader dan Diane C. Mader (1990),
empati adalah kemampuan seseorang untuk share-feeling yang dilandasi
kepedulian-kepedulian ini ada tingkatannya.
Kalau mau merujuk pada teori kompetensi, tingkatan yang paling rendah
adalah ketika kita baru dapat memahami ungkapan verbal, entah itu perasaan atau
pikiran. Tingkatan menengahnya adalah ketika kita sudah dapat memahami isu
kompleks yang ada di balik suatu percakapan; mampu mengerti penyebab yang
kompleks dari perbuatan, pola kebiasaan ataupun masalah seseorang di masa lalu.
Dan, yang paling tinggi adalah memahami lalu tergerak untuk memberikan bantuan
nyata yang dibutuhkan orang itu berdasarkan keadaannya.
Empati ini sangat kita butuhkan. Jika dikaitkan dengan penjelas-an
sebelumnya, empati akan membuat kita terbiasa menjadi orang yang tidak terlalu
efektif dan tidak terlalu human. Empati akan membuat kita dapat memisahkan
orang dan masalahnya dengan cepat; empati akan mendorong kita untuk lebih
melihat bagaimana menyelesaikan masalah ketimbang bagaimana menyerang orang
(concerning on people).
Ada pemikiran dari Daniel Goleman (2001) soal melatih empati.” Untuk
melatih empati, Goleman menyarankan lima hal, yaitu:
- Cepat
menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain (under-standing others).
- Memberikan
pelayanan yang dibutuhkan orang lain (service orientation).
- Memberikan
masukan-masukan positif atau membangun orang lain (developing others).
- Mengambil
manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan
(leveraging diversity).
- Memahami
aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungan kita
dengan orang lain (political awareness).
Dalam kehidupan ini banyak
peristiwa yang lepas dari pandangan kita yang sejatinya bisa memberikan
banyak pelajaran bagi
hidup kita. Peristiwa
yang mengharukan
maupun membahagiakan tetap memiliki arti. Kemampuan kita untuk memahami dan mengalami suatu perasaan
positif dan negatif akan membantu kita memahami makna kehidupan yang sebenarnya. Kemampuan ini
sering disebut sebagai atribut empati.
Empati merupakan bagian
penting social competency
(kemampuan sosial). Empati juga
merupakan salah satu dari unsur-unsur kecerdasan sosial. Ia terinci dan berhubungan
erat dengan komponen-komponen lain,
seperti empati dasar, penyelarasan, ketepatan empatik
dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki perasaan dengan orang
lain atau merasakan
isyarat-isyarat emosi non
verbal. Penyelarasan yakni
mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang. Ketepatan empatik yakni memahami
pikiran, perasaan dan maksud orang
lain dan pengertian sosial yakni mengetahui bagiamana dunia sosial bekerja (Goleman, Daniel, 2007 :114)
Sementara itu, secara
sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
empati adalah keadaan
mental yang membuat
seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau
pikiran yang sama dengan
Secara lebih luas empati
diartikan sebagai ketrampilan sosial tidak sekedar ikut merasakan pengalaman orang lain
(vicarious affect
response), tetapi juga
mampu melakukan respon
kepedulian (concern) terhadap perasaan
dan perilaku orang tersebut.
Tidak heran jika
latihan memberikan sesuatu
atau bersedekah, selain merupakan sarana beribadah, juga bisa melatih empati anak
pada orang lain yang memunculkan
sifat berderma (filantropi) (Frieda Mangunsong, 2010).
Dengan demikian penekanan
empati tersebut menyatakan bahwa kemampuan menyelami perasaan orang lain tersebut tidak membuat kita tenggalam dan larut dalam situasi perasaannya tetapi kita mampu memahami
perasaan negatif atau positif seolah-olah emosi itu kita alami sendiri
(resonansi perasaan). Kemampuan berempati akan mampu
menjadi kunci dalam
keberhasilan bergaul dan
bersosialisasi di masyarakat.
Dalam kehidupan berkelompok kita pasti
mendapati orang dalam watak yang beraneka ragam. Oleh karena itu, tidak mungkin
kita memaksakan pendapat, pikiran atau perasaan kepada orang lain. Di sinilah,
empati sangat berperan penting. Individu dapat
diterima oleh orang lain jika ia mampu memahami kondisi (perasaan) orang lain dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai
dengan harapan orang tersebut. Kemampuan empati perlu diasah setiap orang agar
dirinya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya.
Empati akan membantu kita
bisa cepat memisahkan antara masalah dengan orangnya. Kemampuan empati akan
mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih
dan menempatkan objektifitas dalam
memecahkan masalah. Banyak alternatif
yang memungkinkan dapat diambil manakala kita dapat berempati dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Tanpa
adanya empati sulit rasanya kita tahu apa
yang sedang dihadapi
seseorang karena kita
tidak dapat memasuki perasaannya dan memahami kondisi yang sedang dialami.
Penelitian Rosenthal
membuktikan bahwa anak
yang mampu membaca perasaan
orang lain melalui isyarat non verbal lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan
lebih peka. Kemampuan membaca pesan
non verbal akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi yang tidak dapat disampaikan secara verbal.
Pesan non verbal memberikan banyak peluang kita memahami apa yang sebenarnya
terjadi dalam diri seseorang karena
pesan tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu pula dengan nada bicara, ekspresi
wajah dan gerak-gerika tubuhnya.
Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan menjadi mudah untuk memahami perasaan orang lain.
Beberapa faktor, baik psikologis maupun
sosiologis yang mempengaruhi proses empati sebagai berikut, antara lain :
- Sosialisasi
Dengan adanya
sosialisasi memungkinkan seseorang
dapat mengalami sejumlah emosi,
mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.
- Perkembangan
kognitif
Empati dapat berkembang
seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa dikatakan
kematangan kognitif, sehingga
dapat melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain (berbeda)
- Mood dan
Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan
lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang
dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku
orang lain
- Situasi dan
tempat
Situasi
dan tempat tertentu
dapat memberikan pengaruh
terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding
situasi yang lain.
- Komunikasi
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi
(bahasa) yang digunakan seseorang.
Perbedaan bahasa dan
ketidakpahaman tentang komunikasi
yang terjadi akan menjadi
hambatan pada proses empati.
B.
Beberapa Petunjuk
Memperbaiki Sikap Empati
Dibawah ini terdapat
beberapa petunjuk untuk memperbaiki empati :
1. Sadarilah sepenuhnya emosi, keinginan, hasrat saudara dan
biarkan juga emosi, hasrat dan keinginan yang sama tumbuh pada orang lain.
2. Belajar mendengar pendapat orang lain, walaupun saudara tidak
setuju dengan yang dikatakan dan biarkan orang lain menyelesaikan apa yang
dikatakannya dan ajukanlah pertanyaan sebelum memberikan penilaian.
3. Perhatikan orang lain di jalan, di restoran dan di bus dan
cobalah memahami perasaannya melalui air mukanya.
4. Dalam menilai orang lain janganlah hanya didasarkan pada tampak
luar saja. Jauh lebih penting lagi mengetahui sikap dasar seseorang dan itu
hanya akan didapat melalui pembicaraan dan tanya jawab yang menarik.
5. Bila melihat film pendek di telefisi, matikan suaranya dan
cobalah memperkirakan pokok permasalahan yang dibicarakan untuk itu perlu
menempatkan diri adegan.
6. Dalam suatu pembicaraan saudara mengetahui bahwa pendapat
seseorang bertentangan sama sekali dengan pendapat saudara Analisislah kenapa
orang ini mempunyai pendapat seperti ini.
7. Tanyailah diri saudara mengapa dalam suatu situasi tertentu
saudara memberikan reaksi tertentu. Dengan mengetahui latar belakang tingkah
laku saudara, maka akan mudah untuk menempatkan diri saudara dalam kedudukan
orang lain.
8. Jika saudara tidak mempunyai seseorang, cobalah mencari
sebab-sebabnya dalam diri saudara sendiri.
9. Cobalah mencari sebanyak mungkin keterangan tentang seseorang
sebelum melakukan peenilaian tentang orang lain. Sekali saudara mengetahui
mengapa seseorang mempunyai tingkah laku tertentu. Maka saudara akan dapat
menilainya dengan lebih tepat. Dan juga sikap saudara terhadapnya juga akan
lebih sesuai.
10. Ingatlah selalu bahwa orang dipengaruhi oleh perasaan dan
selanjutnya mempengaruhi tingkah lakunya
C.
Peranan Empati dalam
Kehidupan
Empati
dalam keidupan manusia sangat dibutuhkan untuk membangun hubungan yang baik
antara indidu dengan individu yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan Empati
digunakan oleh spesies manusia untuk membuat manusia tersebut tahu apa yang
manusia lain alami dan kemampuan untuk berempati adalah faktor genetic, jadi
kemampuan empati diwarisi disetiap generasi dan juga empati dapat terus-menerus
dipelajari.
1.
Dalam Psikoterapi
Empati dari seorang
terapis sangat dibutuhkan dalam suksesnya hubungan teraputik dan keberhasilan
proses terapi, terapis memerlukan empati untuk memahami kondisi psikis klien
yang sedang dibantunya.. Truax dan Carkhuff menyatakan bahwa “ bahan-bahan
utama seperti empati, kehangatan dan kesejatian tidak semata-mata merepresentasikan
‘teknik-teknik’ psikoterapi atau konseling, tetapi kecakapan-kecakapan antar
pribadilah yang digunakan oleh konselor atau terapis dalam menerapkan
teknik-teknik atau pengetahuan keahliannya. Empati oleh terapis dilakukan
dengan cara: (1) memahami perasaan pasien lalu merasakannya, (2) memahami
realitas pasien dengan tepat (accuracy empathic understanding).
Menurut Kohut,
empati dilihat sebagai ‘memberikan kepedulian’ pada pasien, memanjakan pasien,
bertemu atas permintaan pasien, dan lembut terhadap pasien. Menjadi empati
sebagai terapis membutuhkan kemurnian, batas-batas, kematangan, kepercayaan,
keterjaminan, dan keharuan.
2.
Dalam Keluarga
Keluarga mempunyai
peranan penting dalam pembentukan empati terutama pembentukan empati anak,
karena proses belajar anak dimulai dari keluarga. Empati oleh orang tua
diwujudkan dengan kasih sayang dan empati terhadap sesama saudara dalam diri
anak.
Di zaman modern saat
ini, orang tua sering kali tidak mempunyai banyak waktu untuk bersama-sama
anak-anaknya, sehingga kepuedulian terhadap mereka sangat tipis sekali, empati
terhadap mereka seringkali hampir tidak ada karena orang tua sibuk dengan
urusan diri sendiri. Egoisme dan narsistik sangat besar dalam diri orang tua
misalnya untuk terus mengejar karir dan meraup kekayaan secara terus menerus
sehingga mengorbankan cintanya pada anak-anak. Anak-anakpun akan me-imitasi
perilaku orang tua mereka dalam kehidupan sosial mereka dan anak-anak sering
kali menghabiskan waktu sendirian misalnya dengan menonton TV sehingga empati
di dunia ini semakin lama semakin menipis karena egoistic dan narsistik
terus-menerus berkembang baik disadari maupun tidak. Orangtua seringkali
menganggap empati diberikan jika kebutuhan material anak terpenuhi padahal yang
diperlukan anak adalah perhatian, dipahami, dicintai dan diberi kasih sayang.
3.
Dalam Pendidikan
Empati terbukti juga
penting dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif,
orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan empati untuk
memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh
pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaan-perasaan, pikiran-pikiran,
motif-motif dan orientasi tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan
memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya.
Empati, baik untuk
pengajar maupun pelajar, semakin diperlukan dalam pendidikan dalam upaya
mencapai keberhasilan proses pembelajaran. Jika kita bertanya apa karakteristik
dari pelajar yang sukses maka banyak ahli psikologi pendidikan menjawab:
berpengetahuan, mampu menentukan diri sendiri, strategis dan empatik (Jones,
1990).
Empati, merujuk
Jones (1990), penting karena para profesional yang sukses dalam bidang apapun
(termasuk dosen sebagai peneliti dan akademisi) menunjuk kemampuan komunikasi
agar sukses dalam pekerjaannya. Mereka juga mampu memandang diri sendiri dan
dunia dari sudut pandang orang lain. Artinya mereka mampu mencermati dan
menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dengan tetap
berpegang kepada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan. Murid-murid
yang sukses pun menunjukkan kemampuan ini. Mereka menilai positif kegiatan
berbagi pengalaman dengan orang-orang yang berbeda latar belakang untuk
memperkaya diri mereka.
Dari segi sosial,
empati menjadi lebih penting lagi bagi seorang pengajar. Hilangnya empati dapat
melahirkan kecenderungan pengajar melakukan abuse dan eksploitasi
terhadap murid-muridnya. Tingkah laku agresif guru terhadap murid banyak
terjadi karena terhambatnya empati guru. Tugas yang berat dan menyiksa murid,
hukuman yang berlebihan, serta ketakpedulian pengajar terhadap apa yang dialami
muridnya merupakan tanda-tanda rendahnya empati yang pengajar.
Kuatnya empati pada
seorang pengajar merupakan indikasi dari kesadaran diri, identitas diri yang
sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan baik, dan kecintaan terhadap diri
sendiri dalam arti positif. Di sisi lain, empati menunjukkan juga adanya
kematangan kognitif dan afektif dalam memahami orang lain, kemampuan mencintai
dan menghargai orang lain, serta kesiapan untuk hidup bersama dan saling
mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan ‘tembok karang’ moralitas
seorang pengajar, bahwa ia mengajar, mengabdikan dirinya untuk mengembangkan
murid-muridnya, bukan untuk memanfaatkan dan mengambil untung dari mereka.
4.
Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Empati didefinisikan
sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan
pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan
tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa digunakan dengan rujukan khusus
pengalaman estetis. Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas dalam
hubungan interpersonal. Empati dinilai penting peranannya dalam meningkatkan
kualitas positif hubungan interpersonal.
Tuntutan hidup yang
tinggi dan sifat materialistis manusia berdampak pada berkembangnya
individualisme yang tinggi dalam diri masyarakat. Individu-individu disibukkan
oleh urusannya sendiri sehingga tidak ada lagi ‘cinta persaudaraan’ (cinta
terhadap sesama manusia) yang berakibat pada miskinnya empati pada diri
masyarakat terhadap sesama manusia. Banyak masalah sosial yang timbul dari
miskinnya empati ini, misalnya perampokan, pencurian, dll. Hal ini disebakan
karena miskinnya empati adalah karena kurangnya sifat berbagi dlam diri
individu pada masyarakatnya. Empati dengan mencintai sesame berarti melakukan
tindakan “memberi”, memberi dalam hal ini tidak hanya dilihat dalam segi
material, tetapi juga dilihat dalam segi tindakan memahami dengan tindakan
memberikan lapangan pekerjaan, keterampilan-keterampilan bekerja.
Dr Limas Sutanto
menuliskan bahwa kini telah merebak di tengah masyarakat kita adalah lawan dari
pengertian antar-insan, berupa kecenderungan untuk makin sedikit mendengarkan
orang-orang lain, yang disertai ingar-bingar kesukaan berlebih untuk memamerkan
diri sendiri, bahkan menyombongkan diri sendiri. Yang kini merebak juga di
tengah masyarakat kita adalah lawan dari penerimaan antar-insan, berupa
kecenderungan saling menolak, bahkan kecenderungan saling meniadakan, di tengah
perspektif realistik masyarakat yang mau tak mau selalu ditandai keberbedaan
dan keanekaragaman. Miskinnya penerimaan antarinsan mencuatkan gejala penegasan
keberbedaan yang mengarah ke pemisahan (polarisasi, fragmentasi, bahkan
disintegrasi) "Diri" dengan "Pihak Lain".
Padahal, empati
adalah kekuatan yang luar biasa dan niscaya untuk mengatasi masalah-masalah di
tengah masyarakat dan bangsa. Sayang sekali, ia sangat sering diremehkan dan
diabaikan. Orang-orang lebih percaya kepada kekuatan kepintaran, ilmu
pengetahuan, dan teknologi semata-mata. Ketiga hal terakhir itu memang penting,
tetapi acap kali kepintaran, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak mampu
mengejawantahkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi masyarakat
karena mereka tidak digunakan oleh insan-insan yang mempersenjatai diri dengan
empati.
D.
Skala Empati
Asri Budiningsih (2004 : 49) mengemukakan bahwa empati
merupakan suatu kondisi penting untuk mengembangkan komunikasi sosial bermakna.
Sejauh mana empati. Seseorang kepada orang lain dalam berinteraksi sosialnya
dapat diukur dengan menggunakan skala empati. Pengukuran ini untuk melihat
setiap dimensi individu supaya kelemahan atau kekkuatan seseorang dapat
diketahui untuk dilakukan tindakan. Gazda, dkk (1991) dalam Asri Budiningsih
(2004:49) membedaka 4 macam tingkat respon dalam skala empati dengan
penjelasan mengapa setiap respon dinilai pada tingkatan tersebut yaitu :
1. Tingkat I (irrelevant, hurful), yang menyatakan bahwa
respon yang tidak relevan atau menyakitkan, tidak mengarah pada perasaan
pembicara.
2. Tingkat II (Subtactive), bahwa respon hanya berhubungan
sedikit dengan apa yang dikatakan oleh pembicara.
3. Tingakt III (surface feeling reflected), respon
menunjukan bahwa perasaan pembicara dipahami secara pribadi oleh responden.
4. Tingkat IV (underlying feeling; additiveI) yaitu respon
dapat meningkatkan kesadaran pembicara dan dapat mengidentifikasikan
perasaannya yang mendasar.
BAB III
PROSEDUR
PENELITIAN
A. Asumsi dan Hipotesis Penelitian
1. Tingkat empati siswa yang berasal dari orang tuanya pegawai dan
bukan pegawai adalah bervariabel.
2. Tingkat empati siswa yang berasal dari orang tuanya pegawai dan
bukan pegawai dapat diidentifikasi indikator-indikatornya.
3. Data tentang tingkat empati dapat diperoleh melalui test skala
keribadian.
B.
Populasi dan sampel
1. Populasi
Anggota popoulasi dalam penelitian ini adalah seharusnya siswa kelas V
SDN 001 Ukui satu yang tingkat orang tuanya pegawai dan yang bukan pegawai.
2. Sampel
Anggota sampel dalam peneltian ini diambil dari anggota populasi dengan
menggunakan tekhnik Sampel jenuh. Menurut Sugiyono (2002 : 61-63 ), mengatakan bahwa: “Sampling jenuh adalah teknik penentuan sample
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sample. Istilah lain dari sample
jenuh adalah sensus.”
Metode penentuan sampel
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode sampel jenuh. Metode sampel
jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi di gunakan
menjadi sampel.
Untuk lebih jelasnya keadaan populasi dan sampel dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 1
Populasi dan Sampel
No
|
KELAS
|
Populasi
|
Sampel
|
||||
P
|
BP
|
Jml
|
P
|
BP
|
JM
|
||
1
2
3
|
Va
Vb
Vc
|
12
10
8
|
21
22
25
|
33
32
33
|
12
10
8
|
21
22
25
|
33
32
33
|
JUMLAH
|
30
|
68
|
98
|
30
|
68
|
98
|
Sumber Data : Dokumentasi SDN 001 Ukui
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode komprotif dan deskriptive yakni
membedakan antara dua variabel X1 dan X2
X1 = Tingkat
empati siswa yang orang tuanya berasal dari
Pegawai
X2 = Tingkat empati
siswa yang orangtuanya bukan
pegawai di kelas 5 SDN 001 Ukui.
- Data
dan Alat Pengumpulan Data
1. Data
Data dalam penelitian adalah tingkat empati siswa yang orang tuanya
pegawai dan bukan pegawai di kelas V SDN 001 Ukui Satu
2. Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data tentang tingkat empati siswa yang orang tuanya
pegawai di kelas V SDN 001 Ukui dan bukan pegawai. Penulisan menggunakan test
kepribadian menurut Peter Louster dalam D.H Gulo (2002 : 35) dengan Kriteria :
Tabel 2
Katagori Tingkat Empati Umur 14-16 Tahun
SKOR
|
KATAGORI
|
11
- 18
|
Sangat
Kuat
|
10
|
Kuat
|
8
– 9
|
Rata-rata
kuat
|
6
– 7
|
Rata-rata
lemah
|
0-
5
|
Lemah
|
Sumber : Data
Olahan Penelitian
Jumlah item pertanyaan sebanyak 18 item dengan alternatif jawaban sangat kuat,
kuat, rata-rata kuat, rata-rata lemah, lemah.
E.
Tekhnik Analisa Data
Dari data yang telah di kumpulkan angka selanjutnhya adalah menganalisis
data dengan tekhnik sebagai berikut :
Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat optimisme siswa yang berasal
dari orang tuanya pegawai dan bukan pegawai di gambarkan tekhnik Persentase
dengar rumus sebagai berikut :
Keterangan
:
P =
Persentase
F =
Frekuensi
N = Jumlah
Sampel
Untuk Uji beda digunakan tekhnik Uji “t”
Keterangan :
t = Hasil Perhitungan
N1 = Mean Variabel X1
M2 = Mean Variabel X2
SE = Standar Error
Tes. 1
PERBEDAAN TINGKAT EMPATI
Di bawah ini ada 18 pertanyaan yang harus di isi sesuai dengan apa yang
biasanya di lakukan. Beri tanda A, B, atau C
yang menurut anda benar. Semakin sering saudara menarik kesimpulan
yang benar, maka akan semakin besar
kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam hubungan dengan orang lain.
Di bawah ini adalah daftar pertanyaan kedelapan belas :
1. Siswa ikut dalam percobaan yang di lakukan oleh guru pisikologi
mengenai kepribadian, sebelum melakukan percobaan siswa di harap menunggu,
suatu ketakutan yang besar ditimbulkan oleh sekelompok, bagaimanakah tingkah
laku peserta yang sangat cemas ?
a. Siswa ingin menanti sendiri dalam kelas sampai percobaan dimulai
b. Siswa ingin menunggu bersama-sama dengan peserta yang juga
sangat cemas
c. Mereka ingin menungu, di temani oleh siswa yang tidak cemas
d. Tak ada bukti kecenderungan untuk lebih suka menanti sendirian
dengan orang lain.
2. Guru menyelidiki sekelompok siswa yang memiliki sikap
kepemimpinan otoriter dan demokratis terhadap calon ketua OSIS. Guru ingin
mengetahui yang manakah di antara kedua jenis sikap yang menyebabkan akan
menghadapi penolakan.
a. Reaksi penolakan lebih besar pada calon ketua OSIS dengan
kepemimpinan otoriter.
b. Reaksi penolakan lebih besar pada calon ketua OSIS dengan
kepemimpinan demokratis.
3. Guru sosiologi menyelidiki tingkah laku siswa selama kampanye
pemilihan ketua OSIS dari kedua kubu. Guru sosiologi ingin mengetahui apakah
kubu calon ketua OSIS A lebih memperhatikan propoganda partanya sendiri atau
propoganda partai B ?
a. Siswa memberikan perhatian yang sama pada kampanye Ketua OSIS
b. Mereka terutama memperhatikan propoganda ketua OSIS siswa lain.
c. Siswa terutama memproganda pilihannya sendiri
4. Jika, dalam kontak pertama kali dengan seseorang timbul suatu
rasa tidak suka yang kuat, apakah kontak yang selanjutnya akan :
a. Memperhatikan hubungan ?
b. Tidak harus merubah hubungan ?
c. Membentuk hubungan ?
5. Guru Sosiologi ingin mengetahui cara yang paling efektif untuk
mempengaruhi orang. Dan mengumpulkan beberapa siswa dalam suatu ceramah
menjelaskan bahwa membaca cepat sangat penting untuk bekerja efesien. Dalam
perkumpulan kedua dalam suatu diskusi mengenai pengaruh membaca cepat. Kemudian
guru sosiologi membandingkan hasil-hasil dalam suatu usaha untuk mengetahui
cara yang paling sesuai untuk mempopurerkan cara membaca cepat.
a. Siswa yang mengikuti ceramah membaca cepat bersedia mengikuti
kursus membaca cepat.
b. Diskusi mencapai hasil yang lebih baik. Peserta dari kelompok
ini lebih bersedia mengikuti kursus membaca cepat.
c. Tidak ada beda. Ceramah maupun diskusi menimbulkan tingkat
kesediaan yang sama untuk mengikuti kursusu membaca cepat.
6. Suatu tim peneliti memutarkan tape yang menyampaikan keterangan
yang sama. Pembicaraan diperkenalkan sebagai :
a. Profesor
b. Seorang awam
c. Pengacara
7. Seorang ahli ilmu kemasyarakatan Amerika mengamat sekelompok
orang ketika latihan olahraga yang digemari (bowling) anggota kelompok ranking
yang terendah menghasilkan perbaikan yang konsisten dan akhirnya mengalahkan
anggota dari rangking tertinggi. Bagaimana reaksi kelompok ?
a. Anggota kelompok ranking terendah mendapat sambutan yang meriah
dan sanggup memperkuat posisinya dalam kelompok.
b. Keberhasilan anggota ranking dihadapi dengan keritikan.
Penginaan dan ejekan di lontarkan untuk mengecilkannya sehingga permainan nya
menurun dan ranking yang lebih tinggi pulih kembali.
8. Akhli kemasyarakatan amerika ingin mengetahui sampai beberapa
jauh perasaan hati mempengaruhi optimisme. Dalam percobaan-percobaan peserta
diminta untuk menjelaskan sebuah gambar yang memperlihatkan dua orang muda
sedang menggali di tanah rawa. Dua perasaan hati dibuat melalui hipnotis;
bahagia dan cemas. Bagaimanakah peseta menjelaskan gambar dalam dua perasaan
hati tersebut :
9. Pekerja riset sosial, ingin mengatakan apakah dia memperlihatkan
perhatian yang lebih besar dalam hal-hal yang biasa atau dalam hal-hal yang
tidak diketahui. Mereka menanyai orang-orang yang baru membeli mobil-mobil
untuk membalik-balik halaman majalah. Sebagai pembanding adalah pemilik mobil,
yang telah memakai merk monbil yang sama
selama bertahu-tahun, juga diminta membuka majalah. Siapa yang lebih banyak
mempelajari iklan tentang mobil mereka ?
a. Pemilik baru membaca 28 % lebih banyak iklan mengenai mobil
mereka dari pada membaca iklan mobil lainnya.
b. Pemilik lama membaca 28 % lebih banyak iklan tentang mobil
mereka dari pada membaca iklan mobil yang lain.
c. Pemilik baru dan lama membaca 11 % lebih banyak iklan mobil dari
pada iklan mobil mereka.
10. Sekelompok ahli ilmu jiwa Inggris memberikan pada sekelompok
anak belesan tahun informasi bahwa dalam sepuluh menit mereka akan mendengarkan
suatu ceramah tentang “mengapa anak belasan tahun tidak dibenarkan mngendarai mobil”
kelompok kedua tidak mendapat informasi sebelum cerama itu. Kelompok manaka
yang dapat dipengaruhi oleh itu ?
a. Kelompok mendapat informasi sebelum ceramah.
b. Kelompok yang tidak mendapat informasi sebelum ceramah.
c. Kedua kelompok sama terpengaruhnya
11. Seorang ahli ilmu jiwa kemasyarakatan inggris mengedarkan
gambar-gambar yang memperlihatkan wajah sekelompok orang yang diperlihatkan dua
puluh kali, yang lain hanya dua kali. Muka-muka yang mana yang dinilai oleh
penonton secara positif.
a. Muka-muka yang jarang diperliatkan
b. Muka-muka yang sering diperlihatkan
c. Sama saja
12. melakukan percobaan dengan anak-anak. Dalam kamar ada beberapa
mainan. Sekolompok anak diizinkan masuk ke dalam dan dibolehkan beriman
kelompok lain disuruh menunggu beberapa saat. Tapi dapat melihat keadaan dalam
kamar melalui kaca. Kelompok yang manakah yang punya kecenderungan kuat merusak
alat permainan ?
a. tidak ada diantara kelompok itu.
b. Kelompok yang dibolehkan langsung masuk kamar lebih bersifat
merusak
c. Anak-anak yang disuruh menunggu yang lebih merusak
13. ahli jiwa Amerika, memperlihatkan sebagian masuk dan yang lain
tidak, film pertandingan tinju dan sebuah film tenang yang tidak punya adegan
agresif. Kelompok manakah yang lebih agresif sesudah menonton film.
a. Orang gampang marah yang melihat film tinju
b. Orang gampang marah yang melihat film tenang
c. Orang akan seimbang emosinya setelah melihat film tinju
d. Orang akan seimbang emosinya setelah melihat film tenang
14. Peserta diminta untuk merasakan diminta untuk merasai apakah
suatu cairan berasa pahit ?. ahli ilmu
kemasyarakatan mencampuri air dengan bahan pahit. Bagi 7 orang di antara setiap
sepuluh siswa cairan ini akan berasa pahit. Sedangkan bagi 3 orang lainnya
tidak berasa apa-apa. Sekelompok subjek yang terdiri atas sepuluh orang
(sembilan orang belum mencobanya, sedangkan seorang sudah mencobanya dan merasa
sangat pahit). Ketika orang ini menjelaskan pengalamannya bagaimanakah reaksi
kesembilan siswa lainnya ?
15. Sekelompok orang di buat cemas, kelompok kedua tidak. Anggota
kedua kelompok diminta menilai tingkat kemarahan sejumlah orang asing. Kelonpok
mana yang mengganggap orang asing menakutkan :
a. Tidak ada antar kelompok itu.
b. Orang-orang yang cemas menganggap orang asing menakutkan
c. Orang-orang yang tidak cemas menganggap orang asing lebih
menakutkan.
16. Ahli ilmu kemasyarakatan Inggris. Memberikan draf pertanyaan
pada penonton film james bond dan pada penonton film musik, Wali band. Sebelum
dan sesudah pertunjukan daftar pertanyaan itu dimaksudkan untuk mengukur
tingkat agresif. Kelompok mana yang memperlihatkan tingkat agresif yang paling
tinggi. :
a. Penonton film james bond sebelum melihat film
b. Penonton film james bond sesudah melihat film
c. Penonton film musik sebelum melihat
d. Penonton Film musik sesudah menonton
17. Ahli ilmu kemasyarakatan Amerika, meminta tiga kelompok orang
untuk memberikan pendapatnya tentang kebenaran sejumlah pernyataan. Kelompok
itu terdiri atas murid sekolah lanjutan I, siswa dan orang dewasa (peserta
dipilih dengan hati-hati dari tingkat pendidikan yang sama). Empat minggu
kemudian pernyataan itu kembali diserahkan pada orang yang sama. Mereka diminta
lagi pendapatnya tapi kali ini dengan catatan tambahan “kebanyakan kelompok
lain tidak sependapat dengan anda. Apa pengaruh catatan tambahan itu ?
a. 64 % murid sekolah lanjutan 1,55 % siswa dan 40 % orang dewasa
merubah pendapatnya.
b. 64 % orang dewasa, 55 % siswa dan 40 % murid sekolah lanjutan I
sekarang merubah pendapatnya.
c. Tidak ada perbedaan antara kelompok-kelompok
18. Ahli ilmu kemasyarakatan, ingin mengetahui apakah seorang yang
tinggal diam ataukah seorang yang melibatkan diri yang lebih cepat menyesuaikan
diri dengan pendapat kelompok dalam diskusi. Siapakah yang lebih mudah
dipengaruhi :
a. Orang yang pendiam lebih mudah dipengaruhi oleh pendapat
kelompok dibandingkan orang yang ambil bagia dalam diskusi.
b. Orang yang ambil ikut ambil bagian diskusi akan lebih mudah
dipengaruhi pendapat kelompok.
c. Keduanya sama kuat terpengaruhnya. Tidak ada perbedaan
DAFTAR
PUSTAKA
Anas Sudijono, (2003), Pengantar Statistika
Pendidikan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
C. Asri Budiningsih (2004). Pembelajaran Moral. Jakarta,
Rineka Cipta.
Daniel Goleman (2001) Kecerdasan Emosi Untuk
Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta, Gramedia
Rasyid, M (2010) Profesi dan Pengertian PNS, WWW.ziddu.com
Sugiyono (2005), Metode Penelitian Administrasi, Bandung,
Alfabeta
No comments:
Post a Comment