SELAMAT DATANG PENGUNJUNG BLOG KAMI, SEMOGA ANADA DAPAT MANFAAT DARI BLOG YANG SAYA BUAT INI.

Friday, March 2, 2012

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN KONFLIK SISWA KELAS V ETNIS JAWA DAN ETNIS MINANG PADA SDN 001 UKUI KECAMATAN UKUI TAHUN PELAJARAN 2012-2013”


A.    Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.asuku bangsa merupakan bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-norma sosial yang berbeda-beda.
Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi).Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.
Sedangkan perbedaan horisontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan konflik etnis.
Konflik selalu diasosiasikan dengan keadaan emosional yang tidak menyenangkan. Seperti halnya dengan kecemasan atau marah. Bila seseorang melakukan penanggulangan, ia membuat respon sedemikan rupa sehingga dia dapat menghindarkan diri, lari atau memerangi rasa tidak enak tadi atau menangani masalah khusus tersebut.
Individu, kelompok individu atau suku yang sedang berkonflik dapat dilihat dari gejala-gejala yang ditunjukan. Adapun gejala-gejala konflik menurut Kusnadi dan  Bambang Loayudi (200 : 36-8) adalah :
1.      Adanya komunikasi lemas
2.      Adanya permasalahan atau iri
3.      Adanya friksi antar pribadi
4.      Eskalasi Arbitrasi
5.      Adanya moral yang rendah
Gejala-gejala yang ditemukan di SDN 001 Kecamatan Ukui siswa yang berasal dari etnis Jawa dan etnis Minang tahun pelajaran 2012-2013.
1.      Adanya sebagian siswa yang kurang mampu menghindari atas sesuatu pertentangan di dalam etnis
2.      Adanya sebagian siswa yang selalu memaksakan kehendaknya.
3.      Adanya sebagian siswa yang kurang mampu dalam menjalin kerja sama dengan orang lain dalam menghindari berbagai pertentangan dalam pencapaian tugasnya.
Dari berbagai gejala tersebut penulis menduga bahwa kemampuan menyelesaikan konflik di SDN 001 Kecamatan Ukui masih tergolong rendah, oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan judul “ KEMAMPUAN MENYELESAIKAN KONFLIK  SISWA KELAS V ETNIS JAWA DAN ETNIS MINANG PADA SDN 001 UKUI KECAMATAN UKUI TAHUN PELAJARAN 2012-2013”
1.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana gambaran kemampuan siswa berasal dari etnis Jawa dalam menyelesaikan konflik pada aspek :
1. Memaksakan
2. Mengakomodasi
3. Mengkompromikan
4, Kolaborasi
b.      Bagaimana gambaran kemampuan siswa berasal dari etnis Minang dalam menyelesaikan konflik pada aspek :
1. memaksakan
2. Mengakomodasi
3. Mengkompromikan
4. Kolaborasi
2.      Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian ini :
a.       Kemampuan menyelesaikan konflik siswa kelas V etnis Jawa
b.      Untuk mengetahui gambaran kemampuan menyelesaikan konflik siswa kelas V etnis Minang
c.       Adakah perbedaan pada aspek :
1.      Memaksakan
2.      Mengakomodasikan
3.      Mengkompromi
4.      Kolaborasi
3.      Manfaat Penelitian
a.       Untuk Sekolah : Sebagai bantuan untuk menyusun program yang berguna untuk sekolah
b.      Untuk guru : Sebagai acuan untuk mengetahui konflik etnis jawa dan etnis minang.
c.       Untuk Konsuler : Memberikan layanan yang sesuai kepada siswa yang mempunyai konflik
d.      Untuk Siswa : Mengetahui, memahami kemampuan diri.
4.      Definisi Operasional
a.       Pengertian Etnis
Menurut Ensiklopedi Indonesia Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
b.      Etnis Jawa
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger
c.       Etnis Minang
Suku Minangkabau atau Minang adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur’an) merupakan cerminan Adat Minangkabau yang berlandaskan Islam
d.      Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya
e.       Kemampuan
Menurut Mohammda Zain dalam Milman Yusdi (2010:10)mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.
Sementara itu, Robbin (2007:57) kemampuan berarti kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (Ability)adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. pada dasarnya kemampuan terdiri atas dua kelompok faktor (Robbin,2007:57) yaitu:
1.      kemampuan intelektual (intelectual ability) yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental-berfikir, menalar dan memecahkan masalah.
2.      kemampuan fisik (physical ability) yaitu kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
B.     Landasan Teori
1.      Etnis/Suku
Menurut Asri Budi Ningsih (2004 : 18) mengemukakan siswa atau remaja yang tinggal di suatu daerah tertentu akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan remaja daerah lain.
Untuk mengetahui karakteristik remaja disuatu daerah tertentu terlebih dahulu mengetahui karakteristik suku masyarakatnya
2.      Karakteristik Etnis Jawa
a.       Tradisi
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di negara Indonesia. Sebagai buktinya,kemana pun Anda melangkah kan kaki ke bagian pelosok penjuru negeri ini, Anda pasti akan menemukan suku-sukuJawa yang mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang jumlahnya minorotas.Suku Jawa hampir menyebar merata di seluruh pelosok tanah air. Tak hanya karena keragaman budayaJawa yang cukup menjadi icon bangsaIndonesia pada tingkat budaya nasional, namun juga keramahtamahankhas suku ini juga menjadi kesan yang cukup mendalam di hati para wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.Mengenal lebih dekat karakter dan sikap yang khas dari masyarakat Jawa merupakan salah satu cara cepat Anda memahami adat istiadat dan kebudayaan salah satu budaya daerah yang menjadi cikal bakal lahirnyakebudayaan nasional.Pengetahuan Anda tentang karakter dan adat istiadat yang khas dari sebuah suku bangsa, akanmemudahkan Anda bergaul dan berinteraksi dengan suku-suku tersebut, di samping juga akanmeningkatkanpengetahuan Anda tentu budaya dan adat istiadat. Mempelajari budaya berarti ikut serta dalammenjaga kelestarian kebudayaan daerah tersebut. Apa pentingnya sebuah budaya bagi bangsa? Budaya ibarat simbol yang sekilas menjadi icon pengenalsebuah bangsa. Sebut saja misalnya suku Jawa telah memberikan salah satu andil icon keramahtamahan Indonesiadi mata dunia internasional, maka dunia internasional akan mengenal Indonesia secara keseluruhan sebagai sebuahnegara yang ramah taman. Demikian juga budaya-budaya dari suku bangsa lain yang disumbangkan akan menjadiicon pengenal bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
b.      Karakter Tradisi Suku Jawa
 Bagi Anda yang ingin mengenal karakter suku Jawa secara lebih dekat, berikut ini diantara karkter tersebut;1. Suku Jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tidak sukalangsung-langsung, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataanmaupun objek yang diajak berbicara. Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatanyang disesuaikan dengan objek yang diajak bicara.Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik keinginan hati demisebuah etika dan sopan santun sikap yang dijaga. Misalnya saat bertamu dan disuguhi hidangan. Karakter khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu dipersilahkan untuk mencicipi, bahkan terkadang sikapsungkan mampu melawan kehendak ataukeinginan hati.Jika Anda berteman dengan orang Jawa, jangan sedih bila apa yang Anda sajikan hanya dimakansedikit atau mungkin tidak dicicipi sama sekali. Sebab itu terkadang merupakan bagian dari naluri kesukuanyang melekat pada diri rekan Anda.2. Soal etika, suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi persoalan yang satu ini. Baik secara sikap maupunberbicara. Untuk berbicara, seorang yang lebih muda hendaknya menggunakanbahasa Jawa halus yangterkesan lebih sopan.Berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk rekan sebaya maupun yang usianya di bawah.Demikian juga dengan sikap, orang yang lebih muda hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika yangbaik terhadap orang yang usianya lebih tua dari dirinya.3. Suku Jawa itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis tergantung pada lokasi daerah mereka berdiam.Biasanya secara lebih khusus lagi, setiap suku Jawa tersebut memiliki ragam kebudayaan yang lebih khaslagi, baik soal bahasa, adat kebiasaan, makanan khas dan sebagainya.Berkeliling ke Pulau Jawa akan membuat Anda tahu dan kayapengetahuan tentang karakter khas tiapsuku Jawa yang mendiami daerah tertentu
3.      karakteristik Etnis Minang
a.       Sistem Adat
Semenjak zaman kerajaan Pagaruyung, ada tiga sistem adat yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu :
1.      Sistem Kelarasan Koto Piliang
2.      Sistem Kelarasan Bodi Caniago
3.      Sistem Kelarasan Panjang
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola matrilineal yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
Minang atau Minangkabau adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan Urang Awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri).
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki, serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur’an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.
Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, Minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal didalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan ‘Manang kabau’ (artinya menang kerbau). Nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.
Sedangkan nama “Minang” (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit yang bertarikh 682 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari “Minānga” …. Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (…minānga) dan ke-5 (tāmvan….) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa “tāmvan” tidak ada hubungannya dengan “temu”, karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.
Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Datar. Kemudian seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau terus menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau.
Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak.
Adat dan budaya Minangkabau bercorakkan keibuan (matrilineal), dimana pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu.
Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu per-empat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara bersama-sama.
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.
Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih diantara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung Jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.
Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk “membeli” gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.
Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatra dan bahkan sampai semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.
Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah, memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun pematang sawah.
Orang Minang terkenal sebagai kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang. 3 dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra Minangkabau.
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Philipina. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di Filipina selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan kerajaan Gowa. Setelah gagal merebut tahta Kesultanan Johor, pada tahun 1723 putra Pagaruyung yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I mendirikan Kerajaan Siak di daratan Riau.
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan Mekkah memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan aktivis yang banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.
Pada periode 1920 – 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad, politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, di masa Demokrasi liberal parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.
4.      Perbedaan Suku Minang dan Suku Jawa
Ternyata dari Suku Jawa dan Suku Minangkabau itu sangat berbeda. Karena dari dua suku itu memiliki berbagai ciri khas yang berbeda seperti contoh suku Jawa memiliki sifat yang lembah lembut, dan tetapi suku mingkabau memiliki sifat yang keras. Dan ternyata Negara kita Indonesia memiliki berbagai macam kesenian dan bahasa yang beragam. Maka dari itu kita sebagai warga Negara Indonesia harus menjaga kebudayaan dan kesenian dengan baik. Agar tidak tercemari dengan tangan-tangan kotor orang luar negeri. Dan agar anak cucu kita kelak dapat merasakan kebudayaan Indonesia yang asli tanpa campur tangan Negara lain.“Walaupun kita berbeda-beda tapi tetap satu jua”.
5.      Pengertian Konflik
Konflik menurut Daniel Webster (2001: 1) mendefinisikan konflik sebagaiberikut yaitu :
1.                Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain
2.                Keadaan atau perilaku yang bertentangan (misalpertentangan pendapat, kepentingan, atau pertentangan individu)
3.                Perselisihanakibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan
4.                Perseteruan
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.

C.    Prosedur Penelitian
1.      Asumsi
a.       Asumsi
1.      Kemampuan menyesuaikan konflik etnis Jawa tidak sama
2.      Kemampuan menyelesaikan konflik dapat di indentifikasi dan di ukur indikator – indikatornya.
3.      Kemampuan menyelesaikan konfllik etnis Minang tidak sama
4.      Supaya siswa memberi kemampuan untuk menyelesaikan konflik.
2.      Populasi dan Sampel
a.      Populasi
Pengertian populasi menurut ahli adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V etnis Jawa dan Minang di SDN 001 Ukui.
b.      Sampel
Pengerrtian sampel menurut ahli adalah seluruh anggota populasi menjadi sampel penelitian ini.
3.      Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif  survai yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran-gambaran empiris mengenai keadaan yang sedang berlangsung tentang kemampuan menyelesakan konflik siswa kelas V etnis Jawa dan etnis Minang pada SDN 001 Ukui kecamatan Ukui Tahun 2012-2013
4.      Data dan Alat Pengumpulan Data
a.      Data
1.      Data adalah data yang akan di kumpulkan dalam penelitian ini terdiri kemampuan menyesuaikan konflik siswa kelas V etnis Jawa
2.      Masalah kemampuan menyelesaikan konflik siswa kelas V etnis Minang.

b.      Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data tentang kemampuan menyelesaikan konflik siswa digunakan angket, angket yang diberikan kepada siswa berguna untuk mengetahui data tentang kemampuan siswa menyelesaikan konflik etnis Jawa dan etnis Minang pada siswa kelas V SDN 001 Ukui kecamatan Ukui dengan membuat daftar pernyataan agar data yang dicapai dapat akurat dan tepat.
5.      Tekhnik Analisa Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh dari penelitian digunakan
1.      Tekhnik Persentase (Anas Sudijono, 2003)


Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Sampel

Tabel 2
Kisi-Kisi kemampuan Menyelesaikan Konflik
No
Indikator
Item
Jumlah
1
Kolaborasi
1,2,3,4
4 Soal
2
Mengkompromi
5,6,7,8
4 Soal
3
Mengkomodasi
9,10,11,12
4 Soal
4
Memaksakan/dominasi
13,14,15,16
4 Soal
JUMLAH
16 Soal





DAFTAR PUSTAKA


Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Jilid II, Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama, 2007
Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka.
Kato, Tsuyoshi (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. PT Balai Pustaka. hlm. 21. ISBN 979-690-360-1
Hamka (Agustus 1985). Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas. hlm. 23.
de Jong, P.E de Josselin (21 Februari 1960). Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political structure in Indonesia. Djakarta: Bhartara. hlm. 10.















.


No comments: